Jakarta – Kementerian Koperasi dan UKM berharap Rancangan Undang-Undang Perkoperasian dapat segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI). RUU ini akan menjadi perubahan ketiga dari UU No. 25 Tahun 1992.
Sejak masa pergerakan kemerdekaan, koperasi telah diakui sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pembangunan ekonomi nasional. Koperasi juga dianggap sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam upaya memperoleh kontrol atas perekonomian.
Sepanjang perjalanan bangsa Indonesia setelah merdeka, regulasi perkoperasian terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Dimulai dari UU Pokok Koperasi Tahun 1967, kemudian disempurnakan dalam UU No.25 Tahun 1992. Setelah reformasi, kembali dilakukan pembaruan dengan penerbitan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Baca juga: UU Perkoperasian Saat Ini Sudah Tidak Sesuai Zaman
Namun beleid terakhir ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di tahun 2014, sehingga kembali lagi kepada peraturan lama yaitu UU No.25 Tahun 1992. Era digital ditambah berbagai kasus di sektor perkoperasian yang terjadi beberapa tahun terakhir, perlu disikapi dengan segera, seturut UU No.25 Tahun 1992 sudah tidak relevan.
Karena itu, RUU Perkoperasian terbaru yang menguat di tahun 2022 menjadi harapan agar semangat koperasi yang dicetuskan Bung Hatta kembali mewujud. Hal ini sesuai dengan Draft RUU Perkoperasian yang dibuat KemenkopUKM, bahwa perubahan kondisi masyarakat yang berkembang pada aspek ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya secara global memerlukan kebijakan perkoperasian yang adaptif dan tangkas dalam rangka membangun koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, RUU Perkoperasian perlu segera dibahas dan disahkan untuk memperbaiki ekosistem koperasi. “RUU ini sangat krusial untuk memperbaiki ekosistem usaha koperasi dan memberikan perlindungan terhadap anggota serta masyarakat,” ujarnya, Rabu, 25 Oktober 2023.
Menurutnya, RUU Perkoperasian terbaru ini akan menjadi solusi sistematik dan solusi jangka panjang untuk membangun koperasi Indonesia yang tangguh, mandiri, dan kuat. Ada tujuh poin dalam perubahan ketiga UU No. 25 Thn 1992 ini. Pertama, peneguhan identitas koperasi dengan mengadaptasi akar koperasi dari International Cooperative Alliance (1995) yang harmonisasikan dengan karakter dan semangat Indonesia dalam bentuk azas kekeluargaan dan gotong royong.
Kedua, modernisasi kelembagaan koperasi dengan melakukan pembaruan pada ketentuan keanggotaan, perangkat organisasi, modal, serta usaha. Ketiga, meningkatan standar tata kelola yang baik agar mendorong koperasi di Indonesia memiliki standar yang baik.
Baca juga: Ada Penyimpangan Koperasi, Ini Tugas Baru OJK
Keempat, perluasan lapangan usaha koperasi, dengan menghapus penjenisan koperasi. Kelima, pengarusutamaan koperasi sektor riil, affirmative action ini dilakukan agar koperasi sektor riil dapat menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat.
Keenam, peningkatan pelindungan kepada anggota dan atau masyarakat. Hal ini dilakukan dengan mengusulkan pendirian dua pilar lembaga. Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi dan Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi. Dengan pendirian dua lembaga tersebut, membuktikan negara hadir dalam melindungi kepentingan anggota, koperasi dan masyarakat pada umumnya.
Ketujuh, peningkatan kepastian hukum, dengan mengatur ketentuan sanksi administratif dan pidana. (*)