Jakarta – Bank Indonesia (BI) melihat, nilai tukar rupiah yang terus mengalami penguatan terhadap dolar AS di akhir pekan ini, lantaran adanya ekspektasi pasar terhadap dolar AS yang mulai berbalik arah (tren pembalikan) membuat dolar AS tak berdaya menghadapi mata uang negara Asia termasuk rupiah.
Di pasar spot, nilai tukar rupiah sempat menguat 0,72 persen atau naik 96 poin ke level Rp13.211 per dolar AS pada Jumat (8/9). Ini adalah posisi terkuat rupiah sejak 11 November 2016. Sementara kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan penguatan kurs rupiah ke level Rp13.284 per dolar AS dari sebelumnya Rp13.331 per dolar AS.
Menurut Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, di Jakarta, Jumat, 8 September 2017 menyebutkan, pada awal tahun 2017 trennya suku bunga acuan AS akan naik lebih cepat karena pertumbuhan ekonomi AS bakal melaju kencang diluar perkiraan, sehingga dolar AS menarik minat pelaku pasar.
“Tapi ternyata ekonomi AS tumbuh bagus tapi tidak secepat perkiraan, agak melandai. Inflasi di AS melandai di bawah 2 persen. Terus perkiraan kenaikan Fed Fund Rate tadinya di awal tahun bisa naik 4 kali bahkan 5 kali. Ini sudah naik 2 kali tahun ini tapi mau naik sekali lagi belum tentu. September ini rasanya nggak. Desember nanti change untuk naik sudah di bawah 35 persen,” ujarnya.
Adanya kondisi tersebut, kata dia, telah membuat dolar AS kurang menarik di pasar karena suku bunganya tidak jadi naik dan ekonomi AS tidak tumbuh lebih tinggi dari perkiraan. Akibatnya, kata dia, terjadi tren pembalikan dimana ekspektasi pasar terhadap dolar AS, dan dolar AS terhadap mata uang global menurun.
“Surat utang berdenominasi dolar AS yang awal tahun bisa mencapai 2,5 persen untuk tenor 10 tahun sekarang trennya turun terus. Kemarin terakhir sudah 2,0 sekian persen. Ini membuat dolar AS melemah, ya mata uang Indonesia dan emerging market menguat,” ucap Mirza. (*)