Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yang menyatakan Pasal 251 KUHD Inkonstitusional Bersyarat.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminana, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan bahwa, Pasal 251 KUHD saat ini tetap berlaku karena prinsip utmost good faith sebagai prinsip yang universal namun diperlukan adanya perubahan.
Tidak hanya itu, lanjut Ogi, perlu adanya formulasi yang adil dan transparan yang berkaitan dengan mekanisme pembatalan berdasarkan pasal 251 KUHD dalam melindungi konsumen dan juga agar perusahaan asuransi dapat menjalankan visi dengan baik.
“Jadi pasal 251 KUHD perlu pengaturan lebih lanjut agar tidak bisa dimanfaatkan secara tidak benar, baik oleh perusahaan asuransi, oleh agennya, ataupun konsumen yang tidak beritikad baik,” ucap Ogi dalam Konferensi Pers RDKB Desember dikutip, 8 Januari 2025.
Baca juga: 14 Dana Pensiun dan 8 Asuransi-Reasuransi Masuk Pengawasan Khusus OJK
Ogi menyatakan akan menghormati dan melaksanakan putusan MK atas KUHD pasal 251 tersebut, sebab OJK menyadari bahwa perlu adanya penguatan kesetaraan antara penanggung dan tertanggung dalam suatu perjanjian polis-asuransi.
“Saat ini OJK sedang mempelajari langkah selanjutnya untuk memperbaiki proses perjanjian asuransi antara perusahaan dengan pemegang polis,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, beberapa langkah yang akan dilakukan oleh OJK untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut antara lain meminta kepada asosiasi, stakeholder, industri, dan juga publik untuk memperbaiki dan memperjelas dokumen perjanjian polis dalam rangka menindaklanjuti putusan MK tersebut.
OJK juga mendorong perusahaan asuransi untuk memperbaiki proses underwriting yang lebih baik di mana calon-calon pemegang polis itu diyakini memberikan informasi yang benar terkait dengan kondisi yang bersangkutan.
Adapun OJK juga akan menegaskan apabila hal-hal tersebut telah dilakukan dan masih terjadi suatu disbute tentunya akan ditindaklanjuti melalui kesepakatan antara para pihak, antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis atau tertanggung.
Baca juga: Aset Industri Asuransi Capai Rp1.126,93 Triliun di November 2024, Naik 2,20 Persen
Hal itu diupayakan dengan mekanisme lembaga arbitrase LAPS ataupun dengan pengadilan sesuai dengan amanah amar putusan daripada MK. Namun, sebelum itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dalam perjanjian pertanggungan polisnya agar lebih jelas.
Selanjutnya, proses underwriting harus lebih diperhatikan, di mana perusahaan asuransi harus benar-benar meyakini kondisi daripada calon pemegang polis yang akan membeli produk asuransi tersebut. (*)
Editor: Galih Pratama