Jakarta– Ketahanan energi memiliki arti penting karena merupakan salah satu faktor utama dalam perekonomian negara dalam memproduksi barang dan jasa. Apabila energi tidak tercukupi maka tingkat produktivitas ekonomi suatu wilayah akan menurun. Jika hal ini terus berlanjut sampai ke tingkat nasional maka target pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan meleset dari yang ditetapkan.
“Kalau energinya tidak mencukupi, bagaimana perekonomian bisa tumbuh,” ungkap anggota Ikatan Keluarga Alumi Lemhannas RI XLIX (IKAL 49), Sampe L Purba dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa 23 Februari 2016.
Menurut Sampe, arah kebijakan politik tentang energi nasional memerlukan kajian dalam kerangka re-orientasi. Kebijakan pengelolaan energi nasional harusnya bertumpu pada tiga pilihan tujuan yaitu ketahanan, kemandirian dan kedaulatan.
“Dalam proses implementasi untuk mencapai tujuan kebijakan energi nasional perlu dikombinasikan dengan dinamika kondisi energi global yang akan berdampak pada penyesuaian dan perubahan orientasi atas kebijakan yang ada, sehingga dapat terkendali dampaknya pada ketahanan energi nasional secara jangka panjang,” papar Sampe.
Dia mengatakan, fenomena tingginya konsumsi dalam negeri dan ketergantungan terhadap sumber energi fosil juga terkait dengan harga minyak dunia serta konstelasi geopolitik yang terjadi sehingga membuat Indonesia harus melakukan reorientasi terhadap kebijakan energi yang ada.
Sampe menjelaskan, hal yang harus diperhatikan saat ini adalah mengenai penemuan cadangan energi baru, langkah antisipasi turunnya harga minyak dunia yang sudah di bawah US$ 30 per barel, ketidakseimbangan produksi, pengolahan dan konsumsi, serta margin pengelolaan kilang yang rendah sehingga mengharuskan adanya penyesuaian dalam tataran kebijakan dan implementasi.
“Kebijakan energi harus tepat sasaran pada prioritas, konsistensi alokasi & relokasi sumberdaya juga diperlukan agar ketahanan energi nasional bisa tercapai. Dengan kondisi saat ini, baik industri migas dan jasa penunjang migas serta industri energi lainnya perlu mendapatkan dukungan” kata Sampe.
Sementara itu, Rektor Universitas Darma Persada, Dadang Solihin memaparkan bahwa pengembangan energi alternatif dan terbarukan merupakan bagian terintegrasi dalam konteks energi nasional. Menurutnya, untuk mencapai pengembangan energi alternatif terbarukan diperlukan kebijakan yang bersifat diversity dengan melibatkan perguruan tinggi dan industri yang didukung oleh adanya insentif dan alokasi anggaran.
“Kita harapkan agar pemerintah dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan energi selalu berorientasi pada ketahanan menuju kemandirian dan kedaulantan energi nasional yang berkesinambungan” pungkas Dadang.
Selain Rektor Universitas Darma Persada, forum diskusi ini dihadiri pula oleh Ketua IKAL 49 Boedhi Setiadjid, Mayjen TNI (Purn) Hadi Suprapto dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI dan pengamat kebijakan energi Hanan Nugroho.(*) Ria Martati