Rencana Merger Grab-GoTo Dinilai Berisiko, Komisi XI DPR Minta Negara Turun Tangan

Rencana Merger Grab-GoTo Dinilai Berisiko, Komisi XI DPR Minta Negara Turun Tangan

Jakarta – Rencana merger antara Grab dan GoTo yang belakangan santer diberitakan menuai beragam reaksi publik, termasuk dari dari Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri.

Ia menegaskan bahwa merger kedua perusahaan tersebut bukan lagi sekadar urusan bisnis antarkorporasi, melainkan menyangkut kepentingan strategis nasional, nasib jutaan pekerja digital, dan arah masa depan ekonomi Indonesia.

“Merger ini bukan sekadar penggabungan dua korporasi besar. Ia berpotensi mengubah struktur pasar digital secara signifikan. Negara harus hadir mengatur, mengawasi, dan melindungi, bukan sekadar jadi penonton,” ujar Hanif, dinukil laman dpr.go.id, Minggu, 25 Mei 2025.

Baca juga: Grab Indonesia Tegaskan Tidak Merger dengan GoTo, Ini Alasannya

Politisi Fraksi PKB ini menilai, jika tidak diantisipasi secara serius, penggabungan dua raksasa teknologi tersebut dapat menciptakan dominasi pasar di sektor transportasi daring, layanan pesan-antar makanan, hingga sistem pembayaran digital. Kondisi ini berisiko menurunkan daya saing, mengancam pelaku UMKM, serta merugikan konsumen dan mitra pengemudi.

“Kita tak boleh membiarkan efisiensi korporasi berjalan tanpa kendali, apalagi jika berdampak pada pemutusan kemitraan secara massal atau penurunan kesejahteraan mitra. Harus ada perlindungan yang jelas bagi pekerja digital dan pelaku usaha kecil,” tegas mantan Menteri Ketenagakerjaan RI periode 2014-2019.

Kedaulatan Data Jadi Sorotan

Ia juga menyoroti potensi bahaya dominasi data. Menurutnya, jika satu entitas super-app mengendalikan lalu lintas data pengguna, transaksi, dan sistem pembayaran, maka akan muncul risiko baru terhadap kedaulatan ekonomi digital Indonesia.

Baca juga: GOTO Bantah Isu Bakal Merger dengan Grab

“Siapa menguasai data, dia menguasai perilaku pasar. Dan kalau itu dimonopoli satu entitas, kita sedang menciptakan ketergantungan baru yang bisa berbahaya,” jelasnya.

Komisi XI Siap Kawal Proses Merger

Hanif, yang juga anggota Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia, mendorong Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan regulator lainnya untuk bersikap proaktif. Ia menegaskan pentingnya langkah preventif sejak awal agar struktur pasar tetap sehat dan berimbang.

Hanif memastikan bahwa Komisi XI DPR RI akan turut mengawal proses mergen ini secara ketat.

“Kami akan panggil pihak-pihak terkait untuk memastikan proses ini berjalan transparan dan tetap menjamin kepentingan publik. Merger boleh saja, tapi jangan sampai rakyat jadi korban dan negara kehilangan kendali,” pungkasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Netizen +62