Pertama, risiko likuiditas. Hal ini berpotensi menjadi masalah lantaran efek Fed Fund Rate mampu memicu terjadinya capital outflow yang berakhir pada perginya dana asing.
Kedua, risiko kredit. Saat ini kredit yang memiliki kualitas rendah berisiko membentuk kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang masih tinggi. Jika OJK tidak melakukan relaksasi dalam restrukturisasi kredit, NPL bank tentu makin besar, tidak seperti sekarang ini.
Ketiga, kehadiran industri financial technology (fintech). Pasalnya, saat ini kompetisi yang terjadi di lembaga perbankan tidaklah di antara perbankan saja, tapi sudah melibatkan industri fintech.
Keempat, perihal konglomerasi perbankan. Hadirnya OJK sebagai integrated regulated supervisor diharapkan dapat menghadapi dampak turunan dari konglomerasi perbankan. (Bersambung ke halaman berikutnya)
Jakarta - PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz Syariah) terus berupaya meningkatkan literasi masyarakat tentang… Read More
Jakarta – Pesatnya perkembangan teknologi di era modern tidak hanya membawa kemudahan, tetapi juga meningkatkan… Read More
Jakarta - Bank Mandiri Taspen (Bank Mantap) terus menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan para nasabahnya,… Read More
Jakarta – Rencana aksi korporasi BTN untuk mengakuisisi bank syariah lain masih belum menemukan titik terang. Otoritas… Read More
Suasana saat penandatanganan strategis antara Dana Pensiun Lembaga Keuangan PT AXA Mandiri Financial Services (DPLK… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal kedatangan satu perusahaan dengan kategori lighthouse yang… Read More