Jakarta – Pelaku pasar sedang menunggu hasil perhitungan resmi Pemilu 2024, setelah hitung cepat (quick count) menunjukan pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendominasi suara dengan rata-rata 58 persen.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan reaksi pasar keuangan domestik terhadap Pemilu 2024 menunjukan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, namun rupiah masih melemah.
“Dengan perkembangan seputar Pemilu 2024, IHSG menguat di Wall Street semalam setelah laporan pendapatan yang solid di Amerika Serikat meredakan kekhawatiran mengenai berlanjutnya inflasi di negara tersebut IHSG naik 2,2 persen, terbesar sejak Mei 2022,” ujar Andry dalam keterangannya.
Lebih jauh Andry mengatakan, kemenangan cepat bagi Prabowo kemungkinan akan menghilangkan ketidakpastian yang dihasilkan dari pemilihan yang panjang. Hal ini berpotensi menarik arus masuk asing yang lebih signifikan ke saham dan obligasi Indonesia
“Kandidat pemenang telah berjanji untuk mengubah Indonesia menjadi ekonomi berpenghasilan tinggi pada tahun 2045, dengan membangun infrastruktur dan peningkatan pemanfaatan sumber daya alam negara yang sangat besar,” katanya.
Baca juga: Kalah Quick Count Pilpres 2024, Begini Gerak Saham Pendukung Anies dan Ganjar
Sementara itu, rupiah masih melemah dan imbal hasil obligasi relatif stabil. Federal Reserve (the Fed) mempertahankan kisaran target untuk Fed Funds Rate (FFR) di 5,25 – 5,5 persen pada pertemuan Januari 2024. Ini mencerminkan fokus ganda pembuat kebijakan untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen sambil menghindari pengetatan moneter yang berlebihan.
The Fed juga menegaskan tidak terburu-buru menurunkan suku bunga, mengingat perkembangan ekonomi masih cukup kuat. Menurut data terbaru, pertumbuhan ekonomi AS masih kuat, dan tingkat pengangguran rendah, sementara tingkat inflasi tetap tinggi.
“Kondisi ini berarti rupiah masih melemah dan bergerak di kisaran Rp15.575 – Rp15.650 per USD pasca pemilu. Kepastian mengenai waktu suku bunga Fed dan imbal hasil obligasi masih akan menjadi faktor penting bagi rupiah,” jelasnya.
Tercatat, imbal hasil obligasi domestik Indonesia tenor 10 tahun saat ini masih berada di level 6,63 persen. Dengan demikian, pasar uang masih dipengaruhi oleh tekanan eksternal dan sedang menunggu hasil real count pemilu. Dengan perkembangan ekonomi AS yang masih kuat dan tingkat inflasi yang belum turun menuju target 2 persen, pelaku pasar masih akan menghadapi era suku bunga tinggi untuk beberapa waktu.
“Sementara itu, kami memperkirakan BI Rate akan dipertahankan pada 6,00 persen pada semester I 2024 dan baru akan mulai menurun pada semester II 2024, sejalan dengan bauran kebijakan moneter yang diterapkan BI untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dan menarik aliran modal,” paparnya.
Baca juga: Prabowo-Gibran Unggul Quick Count, Sejumlah Saham Pendukungnya Kompak Melompat
Untuk kebijakan fiskal, fokus utama tetap pada bagaimana pemerintah dapat mempertahankan defisit fiskal di bawah 2,3 persen terhadap PDB, memastikan bahwa penerbitan utang tetap terkendali dan menurunkan risiko pasokan untuk pasar obligasi.
Secara keseluruhan, dengan asumsi tingkat suku bunga Fed telah mencapai puncaknya tahun ini. Potensi aliran modal untuk kembali ke pasar domestik juga semakin kuat.
“Kami juga memperkirakan rupiah dapat kembali ke kisaran Rp15,.400 – Rp15.500 per dolar AS dan imbal hasil obligasi acuan domestik ke kisaran 6,3 – 6,5 persen pada akhir tahun 2024,” tutup Andry. (*)
Editor: Galih Pratama