Jakarta – GBG sebuah perusahaan teknologi global dalam Manajemen Fraud berkolaborasi dengan The Asian Banker mengadakan survei di lebih dari 300 institusi finansial di 6 negara wilayah Asia Pasifik, seperti Australia, China, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia untuk menganalisis dampak penipuan pada institusi finansial dan teknologi yang akan digunakan untuk mengurangi ancaman penipuan saat ini dan cara dalam mengatasi jenis penipuan baru.
Dalam data penelitian tersebut tercatat institusi financial di Indonesia harus mewaspadai tipe penipuan cyber crime dengan berbagai cara. Bahkan GBG memprediksi potensi kerugian akibat cyber crime di bagian Asia-Pasifik bisa mencapai US$171 miliar yang berdasarkan Center for Strategic and International Studies (CSIS).
“Lebih dari 32% responden di Indonesia institusi keuangan melihat bahwa yang paling merugikan serangan cyber dan penipuan langsung di Asia Pasifik. Dimana kejahatan cyber berpotensi menimbulkan kerugian US$171 miliar dimana serangan makin kompleks dan terorganisir,” ujar June Lee, APAC Managing Director GBG melaui video conference di Jakarta, Rabu 30 September 2020.
Dirinya menjelaskan, saat ini cyber crime yang paling marak ialah melaui SMS atau disebut dengan cara money mule yang diprediksi akan meroket hingga 68% pada 2020 hingga 2021. Dirinya menjelaskan, kejahatan ini seingkali melibatkan rekayasa atau social engineering dan skema first party fraud. Dimana penipu memperoleh uang dari korban dengan meminta korban untuk membuka rekening bank dan mengelola transaksi.
“Money mule dinilai sebagai tipe fraud terbesar kedua yang memiliki dampak signifikan kepada institusi finansial di Indonesia tahun 2019,” jelasnya.
Tak hanya itu, GBG juga menemukan tingginya angka kejahatan cyber lainnya diantaranya pemalsuan identitas (55%) dan pencurian identitas (53%) masuk bersama-sama dengan money mule dalam jenis fraud dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di Indonesia tahun ini. Melihat hal ini, institusi finansial di Indonesia disarankan untuk lebih menjaga keamanan digital nasabahnya.
Untuk itu, GBG terus memberikan layanan Digital Risk Management dan Intelligence Platform untuk mencakup seluruh proses digital onboarding dan memonitor perjalanan transaksi pengguna. Platform ini menawarkan pilihan untuk menambah modul GBG Machine Learning untuk mengurangi false positive dan modul orkestrasi lainnya untuk meningkatkan deteksi fraud dengan deretan solusi dari GBG untuk membantu institusi finansial dan pemerintah dalam memerangi fraud dan kejahatan siber finansial.
Teknologi digital end to end dan compliance memudahkan perbankan dan institusi finansial lainnya untuk memaksimalkan keakuratan deteksi penipuan hingga 30%, sehingga pengalaman pelanggan hingga upaya perlindungan di Indonesia dapat ditingkatkan. (*)
Editor: Rezkiana Np