Jakarta – Kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowassidik) Bareskrim Polri Brigjen Iwan Kurniawan mengungkapkan ada dua kategori kejahatan siber yang termasuk dalam tindak pidana penipuan di sistem keuangan.
Pertama, computer crime (kejahatan computer) yaitu, kejahatan siber yang dilakukan melalui operasi elektronik yang menargetkan keamanan sistem komputer dan data yang diproses oleh mereka.
“Contoh praktik kejahatan komputer seperti, peretasan sistem elektronik (hacking), intersepsi ilegal, pengubahan tampilan situs web, gangguan sistem, dan manipulasi data,” ujar Iwan dalam dialog Melawan Kejahatan Keuangan Berbasis Digital, Senin 21 Agustus 2023.
Baca juga: Setiap Hari Ada 50 Pinjol dan Investasi Ilegal Diblokir, OJK Ingatkan Pentingnya Literasi Keuangan
Kedua, computer-related crime yakni, kejahatan yang dilakukan melalui operasi manusia memanfaatkan sistem computer dan jaringan yang menargetkan non-sistem komputer.
“Kasus ini adalah memanfaatkan komputer utuk melakukan suatu tindak pidana, mislanya kasus hoaks, pengancaman, termasuk penipuan online,” jelasnya.
Iwan pun mengungkapkan, kejahatan siber yang paling sering dilaporkan adalah melalui file APK (Android Package Kit) dan pinjol.
“Itu APK cukup banyak, dari datanya kita menangani luar biasa banyak juga, kalau judi online berdasarkan hasil penyelidikan kita sendiri, kalau masalah pinjol juga kebanyakan melapor cukup banyak,” ungkapnya.
Dalam upaya pemberantasan atau penegakan hukum terkait kejahatan siber ini, Polri bersama regulator yaitu Otoritas Jasa keuangan (OJK) dan lembaga lainnya pun telah bekerjasama.
Bahkan, diperlukan kerja sama antar negara karena meskipun kasus pinjol ilegal lebih banyak di dalam negeri, namun ketika dilakukan pengembangan kasus ternyata dananya berasal dari luar negeri.
“Pengungkapannya ini kan kita harus bekerja sama dengan negara-negara tersebut mungkin kendalanya juga cukup banyak, ketika Undang-Undang mengatur di antara dua negara itu sama suatu bentuk kejahatan ini memang akan mempermudah, tetapi ada beberapa juga negara membuat UU-nya bukan masuk kategori peristiwa pidana,” terang Iwan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menambahkan bahwa di dalam UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) pemberantasan aktivitas keuangan ilegal sudah ada sanksinya.
Termasuk sanksi pidana yang dendanya mencapai Rp1 triliun dan penjara 5-10 tahun, sehingga UU PPSK memberikan angin segar agar para pelaku kejahatan keuangan ilegal mendapatkan efek jera.
Baca juga: Bikin Geleng-Geleng, Segini Kerugian Masyarakat Akibat Investasi Ilegal
Lebih lanjut, Friderica menjelaskan, saat ini sudah ada Satgas Waspada Investasi, yang terdiri dari OJK bersama 12 Kementerian/Lembaga (K/L) lain. Namun sebelum adanya UU PPSK, SWI belum bisa memberikan Tindakan secara pidana bagi para pelaku kejahatan keuangan digital.
“UU PPSK memberikaN sinyal yang kuat untuk para pelaku kejahatan jeuangan digital agar jangan main-main, karena undang-undang itu bisa memberikan efek jera,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama