Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan penerbitan Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Namun, aturan tersebut dinilai memberatkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), karena gerak untuk melakukan penagihan menjadi terbatas, dan jika melanggar POJK Nomor 22 Tahun 2023 dapat dikenakan denda maksimal Rp15 miliar.
Melihat hal itu, Chairman Infobank Media Group, Eko B. Supriyanto, menuturkan OJK perlu melakukan penjelasan lebih lanjut kepada masyarakat atau publik tentang POJK Perlindungan Konsumen terutama terkait dengan waktu penagihan yang dilakukan oleh debt collector terhadap debitur-debitur yang nakal.
“Saya gembira sekali bahwa POJK Perlindungan Konsumen ini tidak berlaku bagi debitur kooperatif, jadi ini berlaku pada debitur sontoloyo debitur yang ditagih ntar besok, tetapi barang tidak ada, itu yang menggembirakan kita semua dan kita apresiasi dan itu tentunya harus dijelaskan di dalam setiap sosialisasi karena tidak ada itu kalimat yang di dalam pasal-pasal, itu adalah interpretasi yang harus kita jelaskan,” ucap Eko dalam Webinar acara Hitam Putih Bisnis Bank dan Multifinance Paska POJK Perlindungan Konsumen Nomor 22/2023, 22 Februari 2024.
Baca juga: Banyak Debitur Nakal, OJK Minta Pelaku Jasa Keuangan Selektif Pilih Konsumen
Lebih lanjut, Eko menambahkan OJK juga perlu membuat klausul-klausul yang menjelaskan bahwa PUJK dapat melakukan perjanjian kepada debitur, terkait dengan penarikan atau penagihan kendaraan jika ke depannya mengalami kesulitan pembayaran kredit.
“Kalau itu masih menjadi gambaran-gambaran umum tentu akan menimbulkan banyak persepsi di dalam POJK Pelindungan Konsumen. Jadi memberi rambu-rambu lebih awal, kalau PUJK itu menjual juga sesuai dengan apa yang diperjanjikan,” imbuhnya.
Yang juga menjadi pemberat bagi PUJK adalah adanya denda maksimal sebesar Rp15 miliar. Menurut Eko, OJK juga perlu merinci apa saja pelanggaran yang dilakukan oleh PUJK sehingga harus dikenakan denda tersebut.
Selain itu, masih terdapat industri keuangan, seperti Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang modalnya tidak mencapai Rp15 miliar, sehingga denda maksimal tersebut dinilai terlalu besar.
Baca juga: Debt Collector Tak Bisa Seenaknya Tarik Jaminan Nasabah Nunggak
“Nah pendendaan ini juga perlu diperhatikan juga, misalnya kenapa bisa Rp15 miliar, kenapa bisa kena? Ya kan kalau cuma nagih sepeda motor yang harganya tinggal Rp3 juta, nah tiba-tiba harus kena denda untuk itu,” ujar Eko.
Sebelumnya, OJK telah menjelaskan bahwa POJK Nomor 22 Tahun 2023 ini bertujuan memperkuat perlindungan konsumen dan masyarakat, sekaligus menjaga stabilitas industri.
Kemudian POJK tersebut juga tidak bertentangan dengan UU Jaminan Fidusia. Artinya, peraturan ini diterapkan secara sejalan dengan kerangka hukum yang sudah ada.
Hal ini menunjukkan komitmen OJK untuk mengembangkan perlindungan konsumen tanpa melanggar prinsip-prinsip hukum yang ada. (*)
Editor: Galih Pratama