Jakarta – Langkah Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) untuk menyuntikan dana senilai Rp22 triliun dalam penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dianggap memalukan. Pasalnya, keputusan tersebut telah ‘melukai’ para Wajib Pajak (WP) yang selama ini patuh terhadap aturan dan kebijakan pemerintah.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo saat dihubungi Infobanknews di Jakarta, Jumat, 13 November 2020. Menurutnya, pemerintah dalam rangka penyelamatan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia ini bisa mengambil langkah lain tanpa harus PMN (Penyertaan Modal Negara).
“Ini PMN malu-malu atau PMN memalukan. Saya rasa lebih tepatnya memalukan. Karena ini menciderai pembayar pajak. Itu artinya negara membayar kebohongan. Itu melukai sekali pembayar pajak,” ujar Irvan Rahardjo yang juga Mantan Komisaris Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.
Asal tahu saja, suntikan modal untuk penyelamatan Asuransi Jiwasraya ini melalui PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI dengan PMN yang nantinya membentuk anak usaha dengan nama IFG Life. Dimana PMN akan dibagi dua tahap, yakni Rp12 triliun untuk tahun anggaran 2021, sisanya Rp10 triliun untuk tahun 2022.
Seharusnya, kata dia, Menteri BUMN Erick Thohir bisa mengambil langkah dengan mendorong atau mengajak investor untuk menyelamatkan Jiwasraya, mengingat dalam pernyataannya ditahun lalu, Erick Thohir mengaku bahwa akan ada investor asing yang akan membantu untuk menyelamatkan Jiwasraya. Ini juga sekaligus untuk mendukung keinginan Presiden Jokowi dalam meningkatkan peringkat doing business RI.
“Pak Jokowi kan mau doing business kita meningkat dari peringkat 73 menjadi 40. Tapi baru ada persoalan Jiwasraya saja, investor sudah pada kabur semua. Coba lihat delapan investor yang ingin menyelamatkan Jiwasraya kabur semua. Berartikan Menteri BUMN tidak mendukung Jokowi gara-gara PMN ini. Koq sekarang malah ditanggung negara,” tegasnya.
Sebelum diputuskannya suntikan modal untuk Jiwasraya, memang Kementerian BUMN sempat mengumumkan bahwa ada 8 (delapan) investor asing yang tertarik untuk menyelamatkan perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Menteri BUMN pun dipertanyakan kemana 8 investor yang dulu sempat dilakukan uji tuntas (due diligence).
“Sebelumnya itukan ada 8 investor yang ingin menyelamatkan Jiwasraya, ini ada 8 lho banyak. Nah sekarang kemana itu semua calon investor? Negara gak adil. Kenapa saya katakan demikian, karena pada tahun 2006 Menteri BUMN Sofyan Djalil sudah membuka wacana untuk suntikan modal, tapi pemerintah tak kasih. Tapi sekarang dikasih,” tegasnya.
Bahkan, kata dia, sebelumnya Menkeu Sri Mulyani pernah mengatakan, bahwa PMN tidak mungkin dilakukan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Jaring Pengaman Stabilitas Keuangan (JPSK). Jadi, penyelamatan industri keuangan yang berdampak sistemik, tak lagi menggunakan APBN, tetapi menggunakan sistem bail in alias memaksimalkan penggunaan modal dan dana para pemilik lembaga keuangan yang bermasalah tersebut.
“Dulu Menkeu Sri Mulyani pernah bilang gak mungkin itu PMN. PMN haram seakan-akan. Karena terbentur sama UU JPSK yang menyebutkan bahwa bail out itu dilarang. Menurut UU JPSK itu, bank saja tidak boleh menerima bail out apalagi asuransi. Padahal yang dikatakan kondisi stabilitas keuangan suatu negara itu dilihat dari perbankannya. Bukan asuransi,” ucapnya.
Sementara itu Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin menegaskan, bahwa dana Rp22 triliun kepada PT Asuransi Jiwasraya bukan diartikan sebagai bail out atau dana talangan. Menurutnya, dalam hal ini, ada kesalahpahaman publik yang menganggap bahwa PMN yang diberikan kepada Jiwasraya ini adalah bail out.
“Saya rasa ada kesalahpahaman di sini. Yang mengatakan ini adalah bail out, mohon maaf, mungkin kurang teliti dalam menyimak. Dalam hal ini yang dilakukan adalah bail in, pemerintah sebagai pemilik modal melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau PT BPUI untuk menyelesaikan persoalan Jiwasraya,” jelas Masyita dalam siaran persnya beberapa waktu lalu.
Lebih rinci dirinya mengungkapkan, dana PMN tersebut untuk membentuk perusahaan asuransi jiwa baru bernama IFG Life yang akan bergabung dengan holding seluruh perusahaan asuransi di bawah BUMN. “Ini agar perusahaan bisa dikelola dengan sehat, hati-hati dan profesional. Jadi, PMN sebesar Rp22 triliun tersebut akan menjadi aset pemerintah di PT BPUI,” tambah Masyita.
Ia mengatakan, proses PMN akan dilakukan dengan prudent, sebagaimana proses PMN lain, dengan melibatkan kementerian BUMN serta dibahas dan disetujui DPR. “Kasus Jiwasraya ini juga tidak didiamkan begitu saja. Pemerintah memproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Saat ini Kejaksaan Agung telah menyita aset senilai kurang lebih 18 triliun dan tuntutan seumur hidup. Saya pikir ini dua kasus yang berbeda,” paparnya. (*)