Perubahan Kelembagaan BUMN, DPR Tekankan Output Nyata bagi Publik
Page 2

Perubahan Kelembagaan BUMN, DPR Tekankan Output Nyata bagi Publik

Poin Penting

  • DPR mendukung perubahan kelembagaan BUMN dari kementerian menjadi badan agar lebih lincah, efisien, dan responsif.
  • Komisi VI DPR menegaskan pengawasan ketat, termasuk larangan bonus bagi direksi BUMN yang merugi serta penerapan reward and punishment.
  • DPR menyoroti larangan rangkap jabatan sesuai putusan MK demi cegah konflik kepentingan dan memperkuat tata kelola BUMN.

Jakarta - Keputusan pemerintah mengubah bentuk kelembagaan BUMN dari kementerian menjadi badan mendapat perhatian khusus dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim mengatakan, perubahan ini diharapkan membuat BUMN menjadi lebih lincah, efisien, dan fokus dalam menjalankan perannya sebagai regulator, tanpa kehilangan fungsi pengawasan negara.

“Dengan perubahan ini, penyelenggara BUMN bisa lebih gesit dalam pengambilan keputusan bisnis, tapi tetap diawasi oleh BPK maupun KPK,” kata Rivqy, dinukil laman DPR, Jumat, 3 Oktober 2025. 

Ia menjelaskan, perbedaan mendasar antara kementerian dan badan terletak pada fungsi kelembagaannya. Kementerian cenderung birokratis dalam pengambilan keputusan, sementara badan dapat bekerja lebih cepat dan responsif. 

Namun, kewenangan pengawasan tetap ada, termasuk menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) hingga penetapan direksi.

“Badan tetap regulator. Sedangkan operator tetap dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Jadi tidak ada tumpang tindih, hanya model kelembagaannya yang diubah agar lebih efektif,” ujar Legislator Fraksi PKB itu.

Menurut Rivqy, langkah ini sejalan dengan keinginan Presiden Prabowo agar BUMN bisa melakukan perbaikan struktural dalam 2–3 tahun ke depan. 

Baca juga : KLB Keracunan MBG di Bandung Barat, Komisi IX DPR Minta Evaluasi Menyeluruh

DPR, kata dia, melalui Komisi VI, berkomitmen untuk terus melakukan evaluasi secara berkala agar transformasi ini benar-benar menghasilkan BUMN yang sehat, transparan, dan kompetitif.

“Jangan sampai perubahan hanya sebatas bentuk kelembagaan. Harus ada output nyata berupa kinerja yang lebih baik, pelayanan publik yang lebih kuat, dan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” tegasnya.

Rivqy menambahkan, reformasi BUMN juga harus menjawab kritik publik yang menilai BUMN terlalu birokratis, boros, dan sarat konflik kepentingan. Dengan transformasi ke badan, diharapkan lahir tata kelola yang lebih modern, efisien, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

Perketat Pengawasan Tata Kelola

Di satu sisi, Komisi VI DPR RI menegaskan akan memperketat pengawasan terhadap tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Rivqy menyampaikan, DPR tidak akan memberi ruang bagi praktik-praktik yang merugikan publik, terutama terkait pemberian bonus bagi direksi BUMN yang masih mencatat kerugian.

“BUMN yang rugi tidak boleh memberikan bonus kepada direksinya. Bonus hanya boleh diberikan apabila Key Performance Indicator (KPI) tercapai,” tegasnya.

Baca juga: Kemenkop Dorong Sinergi Kopdes Merah Putih dengan Perbankan dan Swasta

Menurut Rivqy, praktik pemberian bonus di perusahaan pelat merah yang sedang merugi, menciptakan persepsi buruk di masyarakat dan menggerus kepercayaan publik terhadap BUMN. 

Oleh karena itu, DPR mendorong penerapan prinsip reward and punishment yang jelas dan terukur. 

“Kalau KPI tidak tercapai, tidak ada bonus. Kalau tercapai, barulah ada hak bagi direksi untuk mendapatkan bonus atas kinerjanya,” ujar Legislator Fraksi PKB dapil Jawa Timur IV.

Related Posts

News Update

Netizen +62