Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal II-2022 masih mencatatkan kinerja yang cukup baik, yaitu berada di posisi 5,44%. Namun, dalam hal ini pemerintah juga harus lebih memperhatikan kualitas pertumbuhan ekonomi dari sisi daya beli masyarakat.
“Jadi masih banyak warga yang tidak merasakan tingginya angka pertumbuhan ekonomi. Jadi kalau pemerintah mengatakan bahwa kita masih tinggi secara data, bagaimana dengan realitas di lapangan? Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu, tidak dinikmati oleh seluruh warga negara Indonesia,” ucap FPKS DPR RI, Anis Byarwati dalam Diskusi Publik di Jakarta, 21 Oktober 2022.
Ia melanjutkan bahwa faktanya masih banyak masyarakat Indonesia yang ekonominya berada di bawah garis kemiskinan dan ada juga msyarakat yang masih berada di atas garis kemiskinan, tetapi tidak aman secara ekonomi.
“Contohnya pandemi kemarin itu langsung membuat kemiskinan baru di Indonesia, jadi satu sisi pandemi membuat kemiskinan bertambah signifikan di Indonesia, sisi lain pandemi itu membuat orang-orang tertentu itu semakin kaya,” imbuhnya.
Oleh karena itu, pemerintah perlu bekerja lebih keras melihat kesenjangan atau gini rasio yang terjadi di Indonesia baik akibat pandemi maupun sebelum pandemi. Di lain sisi, pemerintah juga perlu menjaga daya beli masyarakat yang berperan dalam menggairahkan industri.
“Nah ketika masyarakat tidak punya daya beli, gimana industri mau bergairah. Nah sekarang yang dilakukan pemerintah ini justru kebalikannya bukan menjaga daya beli tapi meruntuhkan daya beli salah satunya kenaikan BBM,” ujar Anis.
Dari adanya kenaikan harga energy tersebut berdampak kepada kenaikan harga bahan-bahan pokok, sehingga masyarakat yang seharusnya mendapatkan kehidupan yang layak menjadi tidak layak. (*) Khoirifa