Sebelumnya dalam laporan keuangan di semester I 2016 terungkap bahwa Pertamina mampu meraih untung hingga USD755 juta dari pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) dan penugasan (kerosene, LPG 3 kg, solar dan premium non Jamali).
Rinciannya, keuntungan dari penjualan BBM PSO dan penugasan mencapai USD 637 juta atau sekitar Rp8,3 triliun dan dari LPG 3 kg sebesar USD117 juta atau sekitar Rp1,5 triliun.
Dalam penjelasannya, Pertamina menyatakan bahwa laba usaha BBM PSO 449,9% lebih tinggi dibandingkan periode sama 2015. Tingginya kenaikan laba ini disebabkan oleh rendahnya biaya produk sejalan dengan penurunan harga MOPS (Mid Oils Platts Singapore) dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang merupakan komponen pembentuk biaya produk.
Realisasi ICP di semester I-2016 hanya USD36,16 per barel, jauh dibawah RKAP Pertamina sebesar USD50 per barel. Maka dengan modal harga minyak yang rendah dan menjual BBM dan LPG subsidi di harga tinggi, perusahaan ini mampu mengantongi EBITDA sebesar USD4,1 miliar, dengan EBITDA margin 23,9% atau 128% dari RKAP yang dirancang perusahaan. Sementara laba bersihnya mencapai USD1,83 miliar, 113% lebih tinggi dari RKAP perseroan. (*) Dwitya Putra