oleh Agung Galih Satwiko
PASAR saham global kemarin umumnya menguat. Pasar saham China menguat setelah PM China menyampaikan pernyataan tegas bahwa adalah hal yang tidak mungkin jika China tidak mampu mencapai target pertumbuhan ekonominya. Indeks Nikkei melemah 0,83%, indeks Hang Seng turun 0,15%, dan Shanghai Composite menguat 0,21%. Sementara itu pernyataan the Fed yang cukup dovish dan diumumkan setelah pasar Asia dan Eropa tutup memberikan sentimen positif bagi pelaku pasar di AS. Di Eropa, FTSE 100 Inggris naik 0,58% dan DAX Jerman naik 0,50%. Di AS, DJIA naik 0,43% dan S&P 500 index naik 0,56%. Pagi ini pasar Asia dibuka menguat, indeks Nikkei naik 1,36% (08.25 WIB).
Semalam the Fed memutuskan untuk tidak menaikkan tingkat bunga acuan. Saat ini tingkat bunga acuan tetap di antara 0,25% – 0,50%. Tidak hanya itu, the Fed juga menurunkan ekspektasi kenaikan tingkat bunga yang pada Desember lalu diperkirakan sebanyak empat kali menjadi sebanyak dua kali pada tahun ini. Pertumbuhan ekonomi AS tahun 2016 juga diproyeksikan akan lebih kecil dari perkiraan yaitu 2,2% dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 2,4%. Sementara untuk tahun 2017 direvisi, dari 2,2% menjadi 2,1%. Yellen menyebutkan, bahwa meskipun data ketenagakerjaan dan data perumahan cenderung positif, namun inflasi tidak menunjukkan trajektori peningkatan yang signifikan. Ke depan penyesuaian terhadap tingkat bunga akan dilakukan dengan mempertimbangkan realisasi dan ekspektasi terhadap kondisi perekonomian AS relatif terhadap mandat yang diberikan yaitu mencapai maximum employment dan target inflasi 2%.
China Banking Regulatory Commission (CBRC), otoritas perbankan China, mempertimbangkan untuk membolehkan perbankan melakukan debt-for-equity swap untuk menyehatkan neraca perbankan dari non-performing loan. Dengan transaksi swap tersebut, maka pinjaman perbankan akan beralih menjadi kepemilikan bank pada perusahaan-perusahaan. Shang Fulin, chairman CBRC menyebutkan bahwa langkah ini perlu dilakukan tidak hanya untuk mengurangi NPL perbankan namun juga mengurangi leverage korporasi China. Menurut data CBRC, saat ini jumlah NPL bank komersial di China mencapai 1,27 triliun Renminbi (USD194 miliar), naik dari tahun 2012 yang masih di sekitar 500 miliar Renminbi. Namun demikian hal ini dikhawatirkan akan mengalihkan permasalahan dari zombie companies (perusahaan yang tidak lagi beroperasi/beroperasi minimal yang masih punya banyak utang) menjadi zombie banks. Selain itu hal ini berpotensi menimbulkan moral hazard, karena korporasi dapat meminjam dari perbankan dengan ekspektasi pinjamannya akan dikonversi menjadi ekuitas di kemudian hari.
Gubernur BOJ kemarin di hadapan parlemen Jepang menyebutkan bahwa BOJ secara teoritis dapat menurunkan tingkat bunga acuan hingga minus 0,50%. Pelaku pasar akan melihat apakah pada pertemuan BOJ berikutnya yaitu tanggal 27-28 April pernyataan dovish tersebut menjadi realitas. Sebagian pelaku pasar telah memperhitungkan penurunan tingkat bunga acuan dari minus 0,1% saat ini menjadi minus 0,3% pada pertemuan mendatang.
Ekspansi pembelian obligasi korporasi oleh ECB diperkirakan akan semakin mendistorsi pasar obligasi korporasi dan semakin menjauhkannya dari fundamental korporasi itu sendiri. Untuk pertama kalinya, sebuah koporasi di Eurozone yaitu Berlin Hyp, sebuah bank di Jerman, berhasil menjual obligasi senilai 500 juta Euro dengan yield di bawah nol, yaitu minus 0,16%. Meskipun penjualan di pasar perdana ini merupakan yang pertama kalinya dengan yield negative, namun di pasar sekunder sudah banyak obligasi korporasi yang diperdagangkan dengan yield negative. Pembelian obligasi korporasi oleh ECB yang diumumkan dalam kebijakan ECB terakhir membuat yield menjadi semakin negatif. Spread antara obligasi korporasi rating investment grade dengan risk free rate menyempit dari rata-rata 91 bps menjadi 75 bps. Sementara CDS obligasi korporasi di Eropa juga semakin turun. Penurunan yield lebih mencerminkan berkurangnya supply akibat bond buying oleh ECB, dan bukan karena perbaikan fundamental korporasi itu sendiri. Bahkan likuiditas obligasi korporasi (dan juga obligasi pemerintah) di Eropa semakin menurun karena pembelian massif yang dilakukan oleh ECB.
Harga minyak dunia ditutup naik dengan pernyataan dovish the Fed. Pernyataan dovish the Fed membuat nilai tukar USD melemah sehingga harga komoditas termasuk minyak naik. Energy Information Administration melaporkan kenaikan cadangan minyak AS minggu lalu sebesar 1,3 juta barrel, di bawah perkiraan pelakuj pasar sebesar 2,7 juta barrel. Sementara itu menteri perminyakan Qatar menyatakan akan ada pertemuan antara OPEC dengan Rusia bulan April untuk membahas rencana pembatasan output. Pada perdagangan kemarin, WTI crude Nymex untuk pengiriman April naik USD2,12 (5,8%) ke level USD38,46 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Mei naik USD1,59 (4,1%) ke level USD40,33 per barrel.
Yield UST turun setelah pernyataan dovish the Fed. Penurunan terbesar yaitu 9,5 bps terjadi pada UST tenor pendek, 2 tahun (menjadi 0,873%), karena memang UST tenor pendek lebih sensitif terhadap pergerakan bunga acuan the Fed. Sementara yield UST 10 year turun 2 bps ke level 1,94%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 33 bps (akhir tahun lalu 2,27%).
Pasar SUN kemarin ditutup sedikit melemah, yield SUN tenor 10 tahun naik 2 bps ke level 7,79%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 95 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup naik 11,66 poin (0,24%) ke level 4.861,44. Investor asing membukukan net sell sebesar Rp281 miliar, sehingga year to date investor asing membukukan net buy sebesar Rp3,5 triliun. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 5,8% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Sementara itu, nilai tukar Rupiah melemah Rp103 ke level Rp13.267 per Dolar AS. NDF Rupiah 1M menguat Rp113 ke level Rp13.135 per USD. Persepsi risiko turun, dengan turunnya CDS spread 5Y sebesar 3 bps ke level 198. CDS spread telah turun 32 bps dari akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 230 bps. (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK