Jakarta – Indonesia terus mendorong kapasitas perbankan syariah khususnya BUMN yang kini tergabung dalam Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk dapat berperan dalam mendorong Indonesia menjadi salah satu pusat ekonomi dan keuangan syariah dan Pusat Halal Dunia. Terkait hal tersebut, Kementerian BUMN terus mendorong integrasi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI dengan Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Langkah itu dilakukan untuk memperkuat ekosistem layanan perbankan syariah di Tanah Air, juga sebagai amanat Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 59 Tahun 2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemisahan UUS.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo seperti dikutip dari Antara mengatakan, konsolidasi tersebut merupakan visi pemerintah untuk terus mendorong penguatan ekonomi dan perbankan syariah dalam hal ini melalui BSI. Sehingga, BSI dapat memperbesar dan memperkuat posisinya yaitu secara kapitalisasi pasar. Dengan demikian, ekonomi syariah menjadi salah satu faktor utama dan bukan sekadar alternatif pemacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam memperkuat perbankan dan eskosistem ekonomi syariah, lanjut Tiko, konsolidasi sangatlah penting. Sehingga sebagai ‘alat negara’, BSI dan UUS BTN tidak berjalan sendiri-sendiri namun saling menguatkan.
“Sehingga aset menjadi lebih besar lagi. BSI pun dapat menjadi bank syariah yang lebih modern dan dapat memenuhi kebutuhan generasi milenial. Harapannya akuisisi customer baru lebih cepat karena jangkauan pasar dan nasabah menjadi lebih luas,” kata Tiko.
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan dan menetapkan bahwa UUS yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional (BUK) harus melakukan spin-off selambat-lambatnya 15 tahun setelah penerbitan UU. Artinya, UUS harus terpisah dari induk BUK sebelum 2023 berakhir.
Kewajiban ini juga berlaku untuk UUS yang sudah memiliki nilai aset 50% dari total nilai bank induk. Jika kewajiban ini tidak diterapkan, maka pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mencabut izin usaha Sertifikat Badan Usaha (PBI nomor 11/10 / PBI / 2009 pasal 43 (1).
Pada 2020, OJK telah mengeluarkan POJK 59/POJK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemisahan UUS. Pemisahan UUS dari bank konvensional dapat dilakukan dalam tiga cara yaitu pertama, mendirikan bank syariah baru. Kedua, mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada bank syariah yang telah ada. Serta ketiga mengalihkan hak dan kewajiban kepada bank konvensional yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah. Skema integrasi ini sesuai dengan arahan pemerintah.
Sebelumnya, Wakil Presiden K.H Ma’ruf Amin menjelaskan penggabungan beberapa bank berbasis syariah merupakan upaya pemerintah dalam menyederhanakan sistem perbankan di Indonesia, mengingat minat masyarakat terhadap keuangan syariah terus meningkat, termasuk dalam pembiayaan perumahan. “Saya setuju, kalaupun digabungkan [UUS Bank Tabungan Negara dan BSI] tidak mengurangi pelayanan, sehingga pelayanannya tidak terganggu, kinerjanya sama,” tegas Wapres Ma’ruf.
Baca juga : RUPST BSI Bagi Dividen Rp757 Miliar
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa integrasi UUS BTN akan memperkuat posisi dan memperbesar kapasitas pasar BSI. “Itulah yang kita harapkan supaya posisi BSI ini semakin besar dan tentunya semakin kuat. Dalam arti kapitalisasi pasar dan tentu dorongannya untuk industri perbankan (syariah),” kata dia menekankan.
Melalui integrasi bank syariah milik negara, lanjut dia, diharapkan akan dapat mengoptimalkan industri halal nasional yang saat ini masih belum masuk peringkat lima besar dunia. Padahal, seperti diketahui, Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam terbesar di dunia yaitu 229 juta orang atau sekitar 87,2% dari total populasi. Adapun potensi industri halal nasional mencapai Rp4.375 triliun “Kalau kita lihat, kita merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Tetapi tingkat produktivitasnya belum masuk lima besar industri halal dunia. Karena itu kita dorong BSI ke sana,” ujarnya.
BSI Go Global
Tiko pun melanjutkan, upaya-upaya penguatan ekosistem keuangan syariah nasional melalui integrasi tersebut, tak terlepas dari aspirasi pemerintah agar Indonesia mampu diperhitungkan dalam industri keuangan syariah dunia. BSI diproyeksikan pemerintah Indonesia sebagai tokoh sentral dari Tanah Air untuk menjadi salah satu pemain utama dalam keuangan syariah global.
“BSI akan didorong untuk melakukan beberapa corporate action untuk memperkuat kinerja. Nantinya Bank Mandiri akan meningkatkan kepemilikan jadi super majority. Di satu sisi juga pemerintah akan memberikan saham merah putih kepada BSI. Jadi selain anak usaha dari Bank Mandiri, ini BSI memang jadi anak BUMN yang memiliki saham merah putih,” ujar Tiko.
Saat ini komposisi pemegang saham perseroan adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., sebesar 50,95%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., sebanyak 24,91%, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., sejumlah 17,29%. Sisanya adalah DPLK BRI sekitar 1,83%, BNI Life Insurance 0,01%, serta pemegang saham lain dengan kepemilikan kurang dari 5% termasuk publik yang baru sekitar 7,08%.
Di sisi lain, kinerja UUS BTN pun cemerlang. Laba bersih UUS BTN pada 2021 tercatat naik sekitar 37,33% secara tahunan dari Rp134,86 miliar pada 2020 menjadi Rp 185,20 miliar. Pada kuartal I/2022 pertumbuhan pun berlanjut.
Laba bersih UUS BTN pada periode tersebut naik 25,39% secara tahunan. Yaitu dari Rp60,14 miliar pada kuartal I/2021 menjadi Rp75,41 miliar pada periode yang sama tahun ini. Dengan integrasi diharapkan dapat menjaga dan memperkuat pertumbuhan tersebut.(*)