Manado – Pengamat teknologi informasi, Richardus Eko Indrajit, menegaskan bahwa konsep go green kini harus menjadi perhatian serius industri perbankan. Menurutnya, prinsip keberlanjutan sudah mulai menjadi sorotan nasabah, terutama generasi muda.
“Generasi sekarang itu sangat concern terhadap hal ini. Saya bicara dengan anak-anak saya itu selalu ngomongnya (go) green semua. Dia nggak peduli mau nabung di bank yang hubungannya tinggi atau rengah. Yang penting concern terhadap (go) green,” ujarnya di Members Meeting ATM Bersama 2025 di Manado bertemakan “Boderless Connectivity: Strengthening Trust in Digital Transaction” yang diselenggarakan PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa) dengan Infobank Media Group, Jumat, 19 September 2025.
Baca juga: Artajasa Tegaskan Komitmen Perkuat Keamanan dan Digitalisasi Pembayaran di Members Meeting ATM Bersama 2025
Eko menilai perbankan wajib memperhatikan pemanfaatan teknologi dalam operasional yang lebih berkelanjutan. Ia mengingatkan, teknologi modern, termasuk artificial intelligence (AI), juga dapat menyumbang emisi dan berkontribusi pada pemanasan global.
Eko menjelaskan, teknologi di perbankan memakan energi yang besar dan bisa berdampak negatif terhadap lingkungan. Jika ini terus berlanjut, maka nantinya akan memiliki efek negatif terhadap intermediasi perbankan, misalnya terhadap penyaluran kredit.
“Climate change berkaitan dengan direct financial risk. Ada bank yang punya kredit macet karena hutan terbakar. Ada lagi bank dengan kredit macet karena gagal panen. Padahal, dengan pengetahuan sekarang itu dengan AI sekarang itu gagal panen bisa diprediksi sebelumnya,” jelas Eko.
Baca juga: Atasi Tantangan Digitalisasi Sektor Keuangan, OJK Dorong Kolaborasi Lintas Sektor
Lebih jauh, Eko menekankan bahwa investor kini semakin peduli pada isu perubahan iklim. Banyak investor yang lebih tertarik menaruh modal di bank dengan komitmen go green dan menerapkan prinsip sustainability.
Untuk itu, Eko mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mendorong regulasi terkait Environmental, Social, and Governance (ESG). Ia menegaskan bahwa teknologi bisa digunakan untuk keberlanjutan lingkungan.
“Teknologi bukan lagi menjadi sesuatu yang membuat kita lebih efficient, but more than that, and beyond that too. (Teknologi) itu menjadi enabler kita untuk bisa tetap sustainable,” tegas Eko. (*) Mohammad Adrianto Sukarso










