Jakarta – Bank Dunia (World Bank) menyatakan bahwa perhitungan barunya dalam mengukur kemiskinan pada garis kemiskinan internasional menggunakan sumber data yang sama dengan yang digunakan pemerintah Indonesia, yakni berdasarkan survei rumah tangga resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) atau SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional).
Meski begitu, Bank Dunia mengatakan, metode pengukuran garis kemiskinan menggunakan perhitungan yang berbeda-beda di setiap negara, termasuk metode yang digunakan oleh BPS.
Kemiskinan yang diukur menurut pendekatan Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan internasional yang disesuaikan dengan tiga jenis perbedaan harga, yaitu perbedaan harga dari waktu ke waktu (menggunakan indeks harga konsumen), perbedaan harga antarkabupaten (Kabupaten/Kota, menggunakan ukuran biaya hidup lokal), dan perbedaan harga antarnegara (menggunakan penyesuaian terkait PPP).
Namun, Bank Dunia menyebut, definisi kemiskinan nasional tidak menggunakan The International Comparison Program (CPI) untuk menyesuaikan perbedaan harga dari waktu ke waktu. Pendekatan untuk memperhitungkan perbedaan spasial di Indonesia juga berbeda-pendekatan resmi menghasilkan garis kemiskinan terpisah untuk setiap daerah pedesaan dan perkotaan di setiap provinsi.
Baca juga: Garis Kemiskinan Indonesia Tembus 194,58 Juta Jiwa, Begini Respons Kemenkeu dan KADIN
“Karena garis kemiskinan resmi dimaksudkan untuk digunakan di Indonesia saja, maka tidak memerlukan penyesuaian terkait PPP,” tulis Bank Dunia dalam Lembar Fakta Bank Dunia berjudul “The World Bank’s Updated Global Povety Lines:Indonesia,” tulis pernyataan Bank Dunia dikutip, Senin, 16 Juni 2025.
Bank Dunia menjelaskan, definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena keduanya digunakan untuk tujuan yang berbeda. Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah dan dikhususkan untuk konteks unik suatu negara.
“Garis kemiskinan digunakan untuk menerapkan kebijakan di tingkat nasional, seperti menargetkan dukungan bagi masyarakat miskin,” tulis Bank Dunia.
Adapun garis kemiskinan nasional Indonesia tetap menjadi ukuran yang paling relevan untuk diskusi kebijakan khusus negara, sementara ukuran kemiskinan global yang baru dimaksudkan untuk membandingkan Indonesia dengan negara lain.
Baca juga: Luhut: Revisi Garis Kemiskinan Tunggu Persetujuan Presiden Prabowo
Bila mengacu pada garis kemiskinan terbaru Bank Dunia untuk kategori upper middle-income country (UMIC), garis kemiskinan bagi Indonesia yang sebesar USD8,30 per hari atau sekitar Rp1.512.000 per orang per bulan, jauh berbeda dengan garis kemiskinan versi BPS pada September 2024 yang sebesar Rp595.242 per orang per bulan.
Dengan begitu, BPS menganggap, jumlah orang miskin di Indonesia per September 2024 sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa. Angka ini jauh berbeda dibandingkan jumlah yang diperkirakan Bank Dunia dengan standar terbarunya.
“Garis kemiskinan resmi Indonesia ditetapkan di tingkat provinsi (terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan) dan tingkat kemiskinan mencapai 8,57 persen pada September 2024,” tulis Bank Dunia. (*)
Editor: Galih Pratama