Jakarta – Indonesia memiliki lanskap perekonomian digital yang mendukung. Salah satunya adalah fakta bahwa saat ini, terdapat 215 juta pengguna internet di Tanah Air, dan penggunanya akan terus bertambah. Hal ini didukung dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang pada 2020 lalu, yang mengatakan lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia berada di usia produktif, yang mana 27,94 persen adalah Gen Z dan 25,87 merupakan milenial.
Meskipun ekonomi digital di Indonesia memiliki potensi yang besar, tidak dapat dipungkiri kalau masih ada beberapa kekurangan diberbagai aspek. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda.
Baca juga: Kejar Potensi Ekonomi Digital USD130 Miliar, Perusahaan Wajib Perkuat Keamanan Siber
“Salah satu masalah utama yang ada di ekonomi digital Indonesia adalah mengenai SDM. Jadi, SDM kita masih rendah sekali. Hal itu terkait dengan pendidikan dan kesiapan teknologi,” tutur Nailul dalam acara Hypernet bertajuk ‘Peran dan Peluang Kontribusi MSP Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia’ pada Jumat, 8 Desember 2023.
Lebih lanjut, Nailul juga membeberkan kesiapan teknologi di Indonesia yang dinilai masih belum maksimal. Ini bisa dibuktikan salah satunya dari World Digital Competitiveness Ranking 2023, di mana Indonesia masih menempati peringkat 45 dari 64 negara yang disurvei. Ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi banyak pihak, mulai dari pemerintah dan perusahaan swasta untuk mengakselerasi pertumbuhan ini.
“Tantangan lainnya adalah mengenai infrastruktur kita yang masih timpang untuk daerah Indonesia Timur dengan Indonesia Barat,” lanjut Nailul.
Ia menceritakan peran penting industri telekomunikasi untuk mengurangi ketimpangan ini. Dan sayangnya, Capital Expenditure (Capex) hanya fokus membangun infrastruktur telekomunikasi di wilayah Timur. Di sini, Nailul berharap agar ada penurunan Capex untuk membangun infrastruktur di sana.
“Masalah lainnya adalah mengenai cyber security. Kita tidak bisa menghindari bahwa investasi di bidang ECT, itu kita akan mendapatkan teknologi yang semakin canggih. Tapi, kejahatan digital akan semakin masif,” ungkapnya.
Berdasarkan data National Cyber Security Index (NCSI), tingkat cyber security Indonesia berada di peringkat ke-5 bersama Filipina, namun masih di bawah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Bahkan, keadaan keamanan siber Indonesia salah satu yang terbawah di antara negara G20, yang menurut Nailul, masih memiliki masalah.
Baca juga: PwC Ungkap ASEAN Punya Potensi Menjadi Pionir Ekonomi Digital
Akibatnya, masyarakat kita dihantam beberapa kasus kebocoran atau kehilangan data dari beberapa perusahaan, yang akhirnya menyebabkan kerugian mencapai ratusan miliar. Lagi-lagi, Nailul mengimbau agar semua pihak bekerja sama untuk memperkuat cyber security di sini.
“Kemudian, kita juga harus membuat konsumen merasa nyaman. Karena, kalau cyber-security kita lemah, otomatis para pengguna jasa teknologi ini akan ragu-ragu menggunakan jasa tersebut,” lanjutnya.
Sebagai penutup, Nailul mengharapkan banyak perusahaan yang bergerak di bidang Teknik Informatika (TI), khususnya layanan terkelola, bisa berkembang agar manfaatnya bisa semakin terasa tidak hanya untuk perusahaan, melainkan juga untuk masyarakat. (*) Mohammad Adrianto Sukarso