Jakarta – Rencana PT Pertamina (Persero) menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dengan pengganti Pertamax Green 92 pada akhir tahun 2023 menuai beragam polemik.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, kebijakan tersebut dinilai hanya akan menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Sudah pasti akan menambah beban subsidi pemerintah untuk Pertamax Green 92 dan juga menambah beban rakyat Indonesia yang harus membayar lebih mahal,” kata Trubus saat dihubungi Infobanknews, Kamis, 31 Agustus 2023.
Baca juga: Berapa Harga Pertamax Green 92 yang Gantikan Pertalite, Ini Jawaban Bos Pertamina
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah sendiri mengalokasikan anggaran subsidi energi Rp185,9 triliun, naik 0,2 persen dari proyeksi realisasi tahun 2023 Rp185,4 triliun.
Khusus subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT), pemerintah menggelontorkan anggaran Rp25,7 triliun, melonjak sekitar 10,3 persen dari outlook realisasi tahun 2023 sebesar Rp23,3 triliun.
“Sebaiknya BBM pertalite tetap ada, kalau dihapus masyarakat akan keberatan,” jelasnya.
Menurutnya, penggunaan BBM Pertalite yang dibanderol Rp10 ribu per liter dinilai masih memberatkan yang notabene digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah.
Apabila pemerintah sepakat mengganti menjadi Pertamax Green 92, tentu saja akan semakin memberatkan masyarakat. Nantinya, kisaran harga per liter untuk Pertamax Green 92 dibanderol Rp12.500.
“Bayangkan masyarakat harus membayar lebih mahal sekitar Rp2.500. Apakah masyakarat mau tidak,” ujar Trubus mempertanyakan.
Senada, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi mengatakan kebijakan penghapusan Pertalite dan diganti menjadi Pertamax Green 92 sudah pasti akan mengerek anggaran subsidi.
Terlebih, peralihan BBM subsidi ini hampir serupa dengan kebijakan dari Premium ke Pertalite pada tahun 2022 lalu. Kala itu, Indonesia membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk bisa beralih ke Pertalite.
Baca juga: Soal Wacana Subsidi Pertamax, Begini Update dari Kemenkeu
“Kebijakan yang serampangan ini tidak bisa serta merta dihapuskan. Berkaca pada pengalaman shifting ke pertalite membutuhkan waktu 2 tahun,” tegasnya kepada Infobanknews.
Kalau pun penghapusan Pertalite dipaksakan, kata dia, maka akan menimbukan resistensi pengalaman dari konsumen. Bagaimana pun harga Pertamax Green 92 lebih mahal dari Pertalite sebesar Rp10 ribu per liter.
“Kalau semua konsumen dipaksa pindah maka akan memberatkan karena pada Pertalite segmennya adalah sepeda motor,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra