Jakarta – Pakar energi mempertanyakan penetapan vendor pelaksana teknis sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengolahan dan distribusi BBM. Alasannya, aturan soal blending sangat jelas dan legal.
Pengamat Ekonomi Enegi dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Yayan Stayakti mengatakan, praktik blending adalah kegiatan pengolahan yang sah dan lazim dilakukan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar. Pertamina juga secara korporasi disebut tidak akan menyalahgunakan kewenangan dalam proses blending tersebut.
“Pertamina itu biasanya aturannya jarang disalahgunakan. Untuk blending BBM, di Pertamina prosesnya juga sudah sangat jelas,” ujar Yayan, dikutip, Sabtu, 19 April 2025.
Baca juga: Pertamina EP Serahkan Pengelolaan Area Operasi ke Mitra KSO untuk Genjot Produksi Migas
Mengacu pasal 10 Ayat (1) UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), pengolahan dilakukan untuk meningkatkan mutu dan/atau menyesuaikan hasil proses dengan kebutuhan pasar. Aturan turunannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) 36/2004 jo. PP 30/2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Yayan mengatakan, blending dilakukan atas dasar tujuan teknis dan legalitas yang kuat. Ia berkeyakinan perusahaan vendor tidak bisa serta-merta dijadikan kambing hitam karena seluruh proses telah melalui tahapan yang detail dan transparan.
“Itu kan sistem pengadaannya cukup ketat untuk vendor. ESDM juga mengatur kondisinya, lalu ada audit, dan juga pengawasan SPI. Saya kira, dengan proses yang sekompleks itu, seharusnya tidak terjadi penyimpangan,” lanjutnya.
Menurut Yayan, penyidikan kasus ini seharusnya menyasar proses yang lebih komprehensif, termasuk soal pengadaan impor minyak mentah yang selama ini diduga sebagai ladang permainan mafia migas.
“Jangan hanya menyasar di hilir saja. Harus lebih transparan, termasuk dalam sistem pengawasan di sektor hulu. Kelembagaan di sana harus diperkuat,” tukasnya.
Baca juga: Subsidi BBM dan LPG Rawan Bocor, DPR Desak Pengawasan Ketat
Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini, di antaranya berinisial MR, AW, dan IY dari pihak swasta, serta beberapa legal officer dan pelaksana teknis vendor.
Sebagian tersangka diketahui hanya berperan sebagai pelaksana tanpa kewenangan pengambilan keputusan. Kejagung menegaskan bahwa penyidikan tidak ditujukan terhadap aktivitas blending BBM.
“Jangan ada pemikiran bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, akhir Februari lalu. (*) Ari Astriawan