Yogyakarta – Pengamat Ekonomi Tony Prasetiantono menilai kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) saat ini masih belum bisa menekan kekuatan dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menguat. Karena itu, BI diminta untuk menaikkan kembali suku bunga acuan.
“Karena dengan suku bunga sekarang 5,5 persen itu belum cukup untuk menahan orang atau investor untuk memegang dolar, pasti mereka akan memborong dolar,” ujar Tony saat sharing session KafeBCA di Yogyakarta, Sabtu, 22 September 2018.
Tony mendorong, perlu adanya kebijakan kenaikan suku bunga acuan kembali dari BI, seiring dengan kebijakan bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang akan meningkatkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate/FFR).
“Mengenai waktunya tergantung, apakah sebelum putusan The Fed atau setelah putusan The Fed. Saya yakin ke depannya Amerika masih akan menaikkan suku bunga, mungkin bisa sampai lima kali kita belum tahu, tergantung situasi,” tambah Tony.
Untuk menjaga nilai tukar rupiah agar tidak terus terpuruk, Tony menghimbau agar pemerintah mengerem aktivitas dari belanja negara yang berbentuk mata uang dolar AS.
Sejalan dengan Tony, pengamat ekonomi lainnya sekaligus Komisaris Independen Bank Central Asia (BCA), Cyrillus Harinowo mengatakan, kenaikan bunga acuan BI idealnya 50 basis point (bps) setiap penaikan FFR 25 basis poin.
“Sebetulnya opportunity kita menyesuaikan dengan ritme itu (bank sentral) ada, kenapa? Karena bank sentral Amerika itu kesempatan untuk menaikan suku bunga itu hanya 4 kali, sementara kita bisa menaikan suku bunga itu sampai 12 kali dalam setahun,” ujarnya.
“Jadi tinggal kita memilih ritmenya cepat atau lambat,” tutup Cyrillus. (Bagus)