Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penerimaan pajak bruto Indonesia hingga Februari 2025 sebesar Rp298,87 triliun. Angka ini menurun 9,42 persen dibandingkan realisasi Februari 2024 secara bruto yang sebesar Rp329,8 triliun.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu menjelaskan, kontraksi itu disebabkan oleh beberapa faktor, terutama penurunan harga komoditas global. Harga batu bara tercatat turun -11,8 persen, minyak brent -5,2 persen, dan nikel -5,9 persen.
Anggito menambahkan, penerimaan pajak memiliki pola musiman. Biasanya, penerimaan pajak pada Desember lebih tinggi karena momentum Natal dan akhir tahun anggaran, sementara Januari-Februari cenderung mengalami penurunan.
“Penerimaan pajak Desember 2024 hingga Februari 2025 (Rp182,3 triliun) menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (Rp180,1 triliun),” ujar Anggito dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.
Baca juga: 670 Ribu Wajib Pajak Belum Padankan NIK-NPWP
Meski begitu, penerimaan pajak pada Januari-Februari 2025 tercatat lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu Rp329,8 triliun.
Efek Kebijakan Tarif Efektif Rata-rata (TER)
Anggito menjelaskan bahwa penurunan itu juga dipengaruhi oleh kebijakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) atas PPh 21, yaitu pajak atas upah, gaji, dan honor karyawan.
Secara rinci, penerimaan PPh Pasal 21 mencapai Rp21,2 triliun. Kebijakan TER yang mulai berlaku pada Januari 2024 menyebabkan lebih bayar sebesar Rp16,5 triliun, yang diklaim kembali pada Januari-Februari 2025.
Baca juga: DJP Catat 6,7 Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan per 6 Maret 2024
“Nah 2025 ini sebagai efek adanya lebih bayar maka kalau itu diklaim kembali atau dinormalisasi pada bulan Januari-Februari maka sebetulnya rata-rata PPh 21 untuk 2025 itu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada periode 2024,” jelasnya.
PPN Tumbuh Positif
Selanjutnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri mengalami pertumbuhan positif meskipun mengikuti pola musiman. Penerimaan PPN dalam negeri pada Januari 2025 lebih rendah dibandingkan Desember 2024.
Namun, pemerintah memberikan relaksasi pembayaran PPN selama 10 hari, sehingga Wajib Pajak dapat membayar hingga 10 Maret 2025.
Baca juga: Sri Mulyani Perpanjang Insentif PPN Rumah Tapak dan Satuan Rusun, Ini Keuntungannya
Jika dampak relaksasi ini diperhitungkan, rata-rata penerimaan PPN dalam negeri untuk Desember 2024-Februari 2025 mencapai Rp69,5 triliun, tumbuh 8,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
PPh Pasal 25 Badan dan PPN Impor Menguat
Sementara itu, penerimaan PPh Pasal 25 Badan rata-rata mencapai Rp24,6 triliun. Anggito menyebut bahwa penerimaan pajak ini masih mengikuti pola normal, meskipun terjadi sedikit perlambatan akibat melemahnya harga beberapa komoditas.
“Dengan PMI yang ekspansif dan konsumsi listrik bisnis dan industri yang tumbuh positif, diharapkan kondisi penerimaan akan membaik,” pungkas Anggito.
Baca juga: Presiden Prabowo Bakal Angkat Anggito Abimanyu jadi Menteri Penerimaan Negara
Di sisi lain, PPN Impor tumbuh positif, seiring dengan meningkatnya volume impor migas dan nonmigas sebesar 21,1 persen secara tahunan.
“Kinerja ini utamanya didukung oleh pertumbuhan Impor pada sektor Industri Pengolahan sebesar 12,5 persen, khususnya pada subsektor: Industri Kendaraan Bermotor, Industri Logam Dasar, Industri Kimia, dan Farmasi,” imbuhnya. (*)
Editor: Yulian Saputra