Kebijakan pemerintah mencabut subsidi listrik pelanggan rumah tangga berdaya 450-900 VA, berpotensi mendorong inflasi dan meningkatnya angka kemiskinan. Rezkiana Nisaputra
Jakarta – Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencabut subsidi listrik pelanggan rumah tangga berdaya 450-900 VA bagi mereka yang mampu dinilai akan menimbulkan efek domino. Setidaknya, kebijakan itu akan berdampak pada naiknya inflasi hingga naiknya angka kemiskinan.
Menanggapi kondisi ini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo mengungkapkan, rencana pemerintah untuk mencabut subsidi listrik pelanggan rumah tangga berdaya 450-900 VA yang akan diterapkan pada 1 Januari 2016, tentunya akan sangat berdampak pada inflasi.
“Peranan listrik terhadap inflasi kan 3,7% di dalam Indeks Harga Konsumen (IHK), seberapa besarnya kan, lumayan kalau subsidi itu dicabut,” ujar Sasmito di Jakarta, Senin, 2 November 2015.
Dirinya menilai, jika subsidi tarif listrik dicabut, maka hal ini akan sangat berpengaruh pada tagihan listrik masyarakat khususnya untuk pelanggan rumah tangga berdaya 450-900 VA. Dimana tagihan listrik akan mengalami pembengkakan, jauh berbeda saat listrik berdaya 450-900 VA masih disubsidi oleh pemerintah. “Tagihan listrik pasti akan bengkak, jadi akan naik juga (inflasi). Nanti ada komponen penyebab inflasi dari tarif listrik nantinya. Tapi belum kami itung berapa-berapanya,” tukas Sasmito.
Sedangkan dampak terhadap kemiskinan, kata dia, angka kemiskinan diperkirakan akan ikut mengalami kenaikan. Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlah masyarakat miskin diperkirakan mencapai sekitar 24,7 juta rumah tangga. Sementara jumlah pelanggan listrik 450-900 VA mencapai 48 juta rumah tangga.
“Kemiskinan akan mengalami kenaikan tapi kan nanti bisa dikompensasi dengan yang lain. Inflasi dan kemiskinan bisa tetap terjaga selain itu, pendapatan masyarakat baik dari usaha sendiri dan program-program pemerintah seperi Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) harus tetap ada,” ucapnya.
Pengamat ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM-UI), Riyanto, pernah mengungkapkan, selama ini pelanggan 450 VA dikenaikan tarif listrik Rp400 per kWh dan 900 VA sebesar Rp600 per kWh. Dengan dicabutnya subidi listrik tersebut, maka akan ada 3-5 juta yang akan jatuh ke kelompok rentan miskin. Dengan jumlah pelanggan listrik 450-900 VA yang mencapai 48 juta rumah tangga, dia memperkirakan, akan ada sekitar 23 juta rumah tangga yang subsidi listriknya akan dicabut. Akibatnya, adanya pencabutan subsidi tersebut, maka harga listrik akan naik mencapai 250%. “Inilah yang menyebabkan 3 juta sampai 5 juta rumah tangga masuk ke dalam kategori rentan miskin,” ujar dia.
Selain itu, kata dia, pencabutan subsidi listrik kepada 23 juta rumah tangga juga akan menyebabkan inflasi sebesar 1,74%. Artinya, bila target inflasi pemerintah 4%, maka akan menjadi 5,74% pada 2016 mendatang. Tak cuma dampak langsung, kenaikan tarif listrik juga menyebabkan dampak tak langsung, karena tarif listrik jadi komponen produksi.
Akibatnya, harga-harga akan naik dan inflasi akan kian melejit. Diperkirakan tambahan inflasi akan mencapai 4%. “Untuk pertumbuhan ekonomi tidak terlalu besar dampaknya menjadi turun 0,59%,” tegas Riyanto.
Di tingkat parlemen pun, kebijakan pemerintah terkait rencana pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA juga menjadi perbincangan serius. Pasalnya, Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) berencana akan memanggil Menteri ESDM, Sudirman Said usai masa reses. “Kita berencana akan panggil Dirut PLN (Sofyan Basyir) dan Menteri ESDM nanti usai masa reses,” ucap Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian.
Pemanggilan tersebut, jelas dia, bertujuan untuk memintai keterangan atas rencana pencabutan subsidi listrik 450-900 VA. Selain itu, Komisi VII juga akan menanyakan pertanggung jawaban subsidi listrik di tahun 2015. (*)