Jakarta – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dikhawatirkan akan mendorong laju inflasi. Kendati saat ini tingkat inflasi masih terjaga atau mengalami deflasi pada Agustus 2022, namun tidak menutup kemungkinan dampak BBM akan mendorong lonjakan inflasi hingga akhir tahun, bahkan diprediksi Indeks Harga Konsumen (IHK) bisa mengalami inflasi sampai 5,2%.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, sepanjang Indonesia masih bisa mengendalikan harga bahan pangan, maka tingkat inflasi akan terjaga. Apalagi inflasi pangan atau volatile food menjadi acuan pemerintah dalam menentukan sebuah kebijakan untuk menjaga laju inflasi agar tetap terjaga di level yang aman.
Selain itu, dalam pengendalian inflasi, menurutnya, perlu adanya Subsidi Ongkos Angkut (SOA) karena ini menjadi hambatan pendistribusian paling utama. Disamping itu, dengan adanya kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) maka akan menambah beban.
“Satunya adalah dengan memberikan subsidi ongkos angkut sehingga kenaikan ongkos angkut itu tidak sebesar kenaikan harga bbm-nya karena bisa diambil dari biaya tidak terduga di dalam APBD. Kemendagri sudah mengeluarkan surat edaran dan Menteri Keuangan sudah mengeluarkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) No.134 untuk bagaimana tata cara penggunaan biaya tak terduga maupun dana transfer umum untuk pengendalian inflasi maupun untuk meningkatkan daya beli di daerah,” kata Iskandar, 12 September 2022.
Tingkat inflasi pangan di Indonesia pada Agustus 2022 tercatat sebesar 8,93% turun dibandingkan pada Juli 2020 sebesar 11,47%. Penurunan tersebut, di dorong oleh Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang telah berhasil mengendalikan inflasi pangan di berbagai daerah. Hal ini juga tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mengalami deflasi pada Agustus 2022 sebesar 0,21% (mtm) atau 4,69% (yoy).
“Akar masalah dari inflasi di Indonesia adalah inflasi pangan. Sepanjang kita bisa mengendalikan bahan-bahan pangan khususnya, maka di Indonesia ini kita bisa mengendalikan inflasi. Saya mengapresiasi upaya Bank Indonesia dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan ini,” ungkap Iskandar Simorangkir,
Lanjutnya, sebagai contoh Riau termasuk urutan ke empat inflasi terbesar di bulan Juli 2022 sebesar 7,04%. Namun, dengan adanya GNPIP inflasi di Riau berhasil turun menjadi 5,84% pada Agutus 2022. “Kenapa inflasinya tinggi di Riau adalah karena masalah pangan, karena Riau itu ketergantungannya dari daerah lain sangat besar. Sehingga, harus adanya kerjasama antar daerah secara bisnis to bisnis untuk menyediakan pasokan di Riau,” jelasnya.
Baca juga: Dibayangi Lonjakan Inflasi, IHSG Diprediksi Tetap Terjaga di Level 7.200
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P. Joewono juga menambahkan, dalam hal ini Bank Indonesia juga telah memiliki program 4K yaitu, keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi efektif. “Kalau ketersediaan harga kami tentunya akan support dengan operasi pasar dan pasar murah, kemudian ketersediaan pasokan sudah ada kerjasama antardaerah, dan optimalisasi fasilitas distribusi pangan,” pungkas Doni. (*) Irawati