Jakarta – Kekejaman Israel terhadap Palestina berdampak negatif terhadap perekonomian negara tersebut. Berdasarkan laporan World Bank (Bank Dunia) per Juli 2025, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Palestina pada akhir 2024 tercatat minus 27 persen.
Secara spesifik, pertumbuhan PDB di wilayah Gaza hancur lebur hingga menyentuh angka minus 83 persen. Sementara itu, di daerah Tepi Barat (West Bank), PDB terkontraksi hingga minus 17 persen.
Khusus untuk Tepi Barat, wilayah ini mengalami dampak negatif yang parah akibat berbagai pembatasan yang diberlakukan oleh Israel. Selain itu, wilayah tersebut juga terdampak oleh pemotongan pendapatan yang sangat besar.
Baca juga: Presiden Prabowo Serukan Kemerdekaan Palestina di Hadapan Tokoh Parlemen OKI
Selain penurunan PDB, gempuran Israel juga berdampak terhadap defisit fiskal Palestina. Artinya, pemerintah mengeluarkan dana lebih banyak dibandingkan pendapatan yang diterima.
Pada 2023, defisit fiskal negara yang kerap dijuluki “Tanah Suci” ini mencapai 6 persen. Angka tersebut melonjak lebih dari dua kali lipat pada 2024, menjadi 15 persen pada akhir tahun.
Membiayai defisit fiskal menjadi sangat sulit karena adanya penurunan dukungan anggaran eksternal. Di sisi lain, Palestina juga memiliki sumber daya pembiayaan domestik yang sangat terbatas.
Kerugian Capai Rp490 Triliun, Sektor Penting Lumpuh
Lebih lanjut, Bank Dunia bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan total kerugian akibat gempuran ini mencapai USD29,9 miliar atau sekitar Rp490,17 triliun, berdasarkan kurs per 30 Juli 2025.
Tingkat pengangguran pun meningkat drastis. Di Gaza, 80 persen penduduk kini menganggur. Sementara itu, tingkat pengangguran di Tepi Barat melonjak menjadi 33,5 persen, dari sebelumnya 13 persen pada triwulan III 2024.
Baca juga: Dukung Palestina, Pemerintah Siap Evakuasi Kemanusiaan Tanpa Relokasi Permanen
Sektor-sektor penting Palestina juga mengalami kerusakan berat. Di Gaza, 90 persen fasilitas kesehatan telah hancur, membuat tenaga medis kesulitan menangani dampak dari genosida.
Sistem pendidikan pun luluh lantak. Seluruh sekolah di Gaza hancur akibat serangan, dengan total kerugian mencapai USD341 juta atau sekitar Rp5,59 triliun. (*) Mohammad Adrianto Sukarso










