Jakarta – Kondisi pasar keuangan dalam negeri dinilai masih cukup fluktuatif. Kondisi ini disebabkan dampak gejolak ekonomi dan pasar keuangan global. Di dalam negeri, kondisi menjelang tahun politik juga patut dicermati untuk mengoptimalkan pengelolaan investasi.
Hal diungkapkan Budi Hikmat, Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Management, salah satu anak usaha Indonesia Financial Group (IFG). Menurutnya, ada empat risiko yang menjadi perhatian Bahana TCW, seperti risiko suku bunga, risiko likuiditas, risiko nilai tukar, dan risiko inflasi.
‘’Kondisi pasar keuangan saat ini cukup berfluktuatif, ditambah dengan meningkatkan sentimen dari dalam negeri menjelang pemilu, risiko yang perlu diperhatikan bila terjadi perubahan kebijakan fiskal dan moneter yang bisa mempengaruhi industri tertentu,’’ papar Budi, dikutip Rabu, 14 Juni 2023.
Tantangannya, menjaga keseimbangan faktor eskternal dan internal di tengah volatilitas pasar keuangan global yang pasti akan turut berdampak pada pasar domestik bukan perkara mudah. Investor obligasi memprediksi The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,25%, setelah melakukan pengetatan moneter sangat agresif sejak tahun lalu dengan kenaikan suku bunga.
Bahana TCW menilai, saat ini risiko bunga dan risiko inflasi terjaga baik. Pun demikian dengan inflasi yang sejak awal 2023 mengalami penurunan, hingga ke posisi 4% di Mei 2023. Sedangkan nilai tukar rupiah menurut kurs tengah BI pada 5 Juni 2023 sempat tertekan ke level Rp15.078, perlahan turun ke kisaran Rp14.948 pada 13 Juni 2023.
‘’Selain menjaga keseimbangan berbagai risiko yang ada, kami juga cukup ketat dalam memilih saham-saham untuk tempat berinvestasi, bisa saja satu korporasi ingin berinvestasi di saham tertentu, tapi setelah kami analisa ternyata saham itu cukup berisiko sehingga kami memberikan rekomendasi supaya perusahaan mempertimbangkan kembali pilihan sahamnya,’’ imbuhnya.
Melihat kondisi pasar sepanjang tahun ini, Bahana TCW memilih untuk memperbesar alokasi aset pada surat berharga dibandingkan saham. Strategi ini terbukti mampu mencatat kinerja positif, tercermin dari indeks IBPA surat utang negara (SUN) telah mencapai 5,57% hingga akhir Mei. Sedangkan kinerja saham tercatat tumbuh minus 0,45%, sudah termasuk dividen.
Bahana TCW menilai, stabilitas nilai tukar rupiah dan 7-day repo rate yang lebih tinggi dari inflasi tahunan, membuat BI punya peluang menurunkan bunga. Namun BI kemungkinan lebih leluasa menurunkan bunga setelah penurunan The Fed. Ruang moneter yang lebih akomodatif dapat dilakukan BI melalui kebijakan macroprudential seperti penurunan giro wajib minimum.
‘’Kedepan potensi penguatan saham semakin terbuka, setelah terjadinya rally di pasar obligasi. Yield yang lebih rendah akan menurunkan risk free rate sehingga meningkatkan valuasi saham,’’ pungkasnya. (*) Ari Astriawan