Jakarta – Kasus penurunan nilai investasi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (BPJS-TK) menjadi topik perbincangan karena diduga terdapat tindak pidana korupsi. Terkait hal ini, Profesor Keuangan dan Investasi IPMI Internasional Business School Roy Sembel menyebut terdapat banyak perbedaan riil pada BPJS-TK, sehingga unrealized loss BPJS-TK tidak bisa disamakan dengan kasus Jiwasraya.
“Kalau kita lihat dari konteksnya, kasus Jiwasraya dan BPJS-TK ini berbeda. Satunya rugi dan satunya lagi masih untung. Kemudian, untuk persyaratan pemilihan manajemen investasinya, Jiwasraya cenderung longgar karena sedang terdesak, sedangkan BPJS-TK ketat. Jadi, ada perbedaan,” jelas Roy dalam diskusi InfobankTalkNews dengan tema “Pengelolaan Investasi & Potensi Unrealized Loss Pada Lembaga Milik Negara, Apakah Pasti Menjadi Kerugian Negara?”, 23 Februari 2021.
Roy mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan alokasi asset strategis dan taktis portfolio saham. Menurutnya, Jiwasraya cenderung mengalokasikan porsi investasi pada instrumen saham yang lebih besar dibandingkan BPJS-TK karena mengejar pendapatan besar. Sementara itu, Jiwasraya juga memilih saham-saham yang memiliki volatilitas tinggi pada taktis portfolionya. Sebaliknya, BPJS-TK lebih memilih saham-saham stabil yang masuk dalam LQ45 atau bluechip.
Karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut, kasus BPJS-TK tidak bisa disamakan dengan kasus Jiwasraya. Roy meminta pada masyarakat untuk melihat konteks secara luas terkait dengan perbedaan investasi dari kedua institusi tersebut.
“Intinya, unrealized loss bisa terjadi karena market atau keteledoran. Kalau terjadi karena market, top management sekalipun tidak bisa melakukan apa-apa. Hal yang bisa dilakukan adalah memastikan proses pemilihan instrumen investasi tersebut sudah baik dan sesuai,” tutup Roy. (*) Evan Yulian Philaret
Editor: Rezkiana Np