Jakarta – Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa mengalami kenaikan menjadi 40 hingga 75 persen yang tercantum dalam Pasal 58 ayat 2 UU HKPD.
Peningkatan pajak atas jasa hiburan tersebut mengalami kenaikan setelah diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah imbas dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Baca juga: Boy Thohir Dukung Prabowo-Gibran, Begini Prospek Kinerja dan Saham Adaro
Head of Research Team Mirae Asset Sekuritas, Robertus Hardy, mengatakan bahwa, kenaikan tarif pajak tersebut tidak akan berdampak signifikan secara jangka panjang terhadap emiten-emiten sektor hiburan dari sisi potensi sistemiknya.
Namun, menurutnya terdapat pengaruh jangka pendek yang berpotensi mengalami penurunan permintaan dari pada konsumennya, di mana dipicu oleh masyarakat yang enggan pergi ke jasa hiburan tersebut.
“Kalau misal ada potensi penurunan demand misalnya nanti enggan untuk pergi karaoke, nonton bioskop, dan lain-lain ada dampaknya ke masing-masing emiten tersebut,” ucap Robertus dalam Media Day di Jakarta, 24 Januari 2024.
Baca juga: Pasar Obligasi 2024 Diproyeksi Tetap Kuat, MAMI Beberkan Penopangnya
Meski begitu, emiten-emiten tersebut tidak memiliki kapitalisasi pasar yang terlalu besar, sehingga untuk secara keseluruhan tidak begitu pengaruh pada kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG).
“Tapi kan emiten ini juga market cap-nya ngga begitu sistemik dengan IHSG secara keseluruhan. Jadi menurut kita itu akan ada pengaruh dalam jangka pendek tapi ngga ada dampak signifikan secara jangka panjang terhadap potensi sistemiknya,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama