Jakarta – Ipsos Indonesia meluncurkan riset seputar kebiasaan masyarakat Indonesia terhadap penggunaan alat pembayaran digital. Dalam survei yang dilakukan ke 1.000 responden yang bermukim di pulau Jawa (66%), Sumatra (21%), Kalimantan (6%), Sulawesi (4%), Bali (4%) dan Nusa Tenggara (1%), terungkap sebanyak 25% responden menggunakan digital payment karena memberikan pengalaman yang menyenangkan dan sebanyak 26% karena merasa lebih aman, nyaman dan yakin.
“Latar belakang adanya survey ini terkait adanya fenomena cashless society di Indonesia, dimana menurut data dari Bank Indonesia, selama tahun 2019 saja telah terjadi 4,7 juta jumlah transaksi cashless dan 128 triliun volume transaksi cashless di Indonesia, sehingga evolusi pembayaran sudah terjadi dengan pesatnya,” ungkap Managing Director Ipsos Indonesia Soeprapto Tan, dalam ajang Ipsos Marketing Summit 2020: Indonesia The Next Cashless Society, di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020.
Studi The Next Cashless Society memfokuskan diri pada penelitian kebiasaan masyarakat baik milenial dan non milenial dalam menggunakan pembayaran non tunai. Studi ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online kepada responden online panel dari Ipsos pada bulan Desember 2019 di seluruh Indonesia. Alasan menggunakan online panel adalah karena online panel ini memiliki akses ke internet sehingga bisa dikatakan online panel adalah masyarakat online (netizen).
Hasil studi ini menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya menggunakan satu jenis dompet digital karena hanya sebanyak 21%, sementara 28% menggunakan dua jenis dan 47% menggunakan tiga jenis atau lebih, dan dompet digital yang paling digunakan adalah OVO dan Gopay.
Penelitian juga mengungkapkan pola kebiasaan masyarakat dalam menggunakan kartu non tunai, terungkap e-money dan Flazz merupakan kartu yang paling sering digunakan dalam bertransaksi, dimana sebanyak 47% hanya memiliki satu kartu, 30% memiliki dua kartu dan 23% memiliki tiga atau lebih kartu non tunai. Penggunaan non tunai ini dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan berbagai transaksi keuangan seperti berbelanja online, membayar tagihan listrik, membayar makanan di restoran, membayar penggunaan alat transportasi, menonton bioskop dan berbagai layanan perbankan digital.
Di dalam studi ini terungkap beberapa segmen karakter konsumen dalam menggunakan alat pembayaran non tunai yakni konsumen yang tidak takut akan pembayaran non tunai (reassure), konsumen yang menikmati pembayaran non tunai dan memperkaya hidup (encourage) serta konsumen yang beranggapan bahwa pembayaran non tunai adalah hal baru yang mengikuti perkembangan zaman (inspire).
Di segmen reassure, sebanyak 26% responden merasa yakin, aman dan nyaman dalam menggunakan pembayaran non tunai dan sebanyak 19% menggunakan pembayaran non tunai karena efisiensi dan dapat mengontrol pengeluaran mereka. Di segmen encourage, sebanyak 25% responden menggunakan pembayaran non tunai karena mereka menikmatinya dan hal tersebut dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan serta sebanyak 9% responden menggunakan pembayaran non tunai untuk membangun hubungan dengan orang lain.
Di segmen inspire, sebanyak 11% respondennya adalah para pengguna baru yang menggunakan non tunai untuk mendapatkan berbagai keuntungan, serta 10% respondennya adalah konsumen yang menginginkan produk non tunai yang lebih mumpuni serta memudahkan.
“Dari hasil studi tersebut terlihat bahwa masyarakat kita saat ini sudah mulai terbiasa dengan pembayaran non tunai dalam kehidupan mereka sehari-harinya dengan berbagai motivasi dibalik penggunaan non tunai tersebut menunjukkan bahwa di kedepannya jumlah pengguna layanan ini akan semakin melesat, dan hal ini harus disiapkan ekosistem yang semakin mumpuni baik dari sisi pemerintah, infrastruktur dan juga swasta,” ucap Soeprapto Tan. (*)