Outlook Sovereign Credit Rating China Turun

Outlook Sovereign Credit Rating China Turun

oleh Agung Galih Satwiko

 

PASAR saham Asia hari Rabu, 2 Maret 2016 ditutup menguat karena kenaikan harga minyak (di sesi perdagangan Asia) dan data sektor perekonomian AS menunjukkan perbaikan, meskipun di sisi lain Moody’s menurunkan outlook sovereign credit rating China menjadi negatif. Data ekonomi AS yang membaik antara lain kenaikan penjualan kendaraan di AS dan kenaikan belanja produksi. Indeks Shanghai menguat 4,26%, sementara Nikkei dan Hang Seng Hongkong masing-masing menguat 4,11% dan 3,07%. Pagi ini pasar Asia dibuka menguat, indeks Nikkei naik 0,88% (08.30 WIB).

Pasar saham Eropa ditutup mixed meskipun pasar Asia ditutup menguat dan data perekonomian US yang cukup baik. Hal ini karena harga minyak yang di sesi perdagangan Asia naik tidak bertahan di sesi perdagangan Eropa. FTSE 100 Inggris turun tipis 0,09% dan DAX Jerman naik 0,61%. Sementara pasar ekuitas US ditutup menguat karena kenaikan harga minyak, setelah penurunan yang terjadi di sesi perdagangan Eropa. DJIA naik 0,20%, S&P 500 index naik 0,41%, dan NASDAQ composite naik 0,29%.

Moody’s Investors Service menurunkan outlook sovereign credit rating China dari stabil menjadi negatif. Kenaikan utang Pemerintah China dari 32,5% terhadap PDB pada akhir 2012 menjadi 40,6% terhadap PDB pada akhir 2015 dan diproyeksikan akan menjadi 43% terhadap PDB pada akhir 2017 menjadi faktor utama penurunan outlook tersebut. Faktor lainnya ialah cadangan devisa China yang dalam satu setengah tahun terakhir telah turun sebesar USD762 miliar menjadi USD3,2 triliun pada akhir Januari 2016. Hal ini berdampak pada nilai Yuan yang akan terus menurun. China juga dilaporkan mengalami kapasitas berlebih di sektor metal seperti baja dan juga sektor energi seperti batubara.

Dari AS, ADP private sector employment report menyebutkan bahwa sektor swasta di AS menambah 214.000 pekerja di bulan Februari, lebih baik dibandingkan bulan Januari yang menambah pekerja sebanyak 193.000. Namun demikian data beige book the Fed yang dirilis tadi malam menunjukkan bahwa sejatinya tidak terdapat perbaikan signifikan terhadap kondisi perekonomian dari 12 distrik utama di AS. Beige book juga menunjukkan tidak adanya tekanan inflasi yang kuat di AS.

ECB memonitor secara seksama peningkatan leverage financing, yaitu pendanaan korporasi dalam bentuk pinjaman dari perbankan yang digunakan untuk melakukan pembelian korporasi lain (leveraged corporate buyouts). Wakil Chairman ECB Sabine Lautenchlaeger menyebutkan bahwa ECB akan mempublikasikan panduan pengaturan (regulatory guidelines) terhadap hal ini. ECB tidak melihat hal ini sebagai risiko terbesar, namun tren peningkatan leverage financing yang cenderung berisiko bagi perbankan perlu mendapat perhatian khusus. Saat ini eksposur bank Eropa terhadap leverage financing baru sekitar 400 miliar Euro, atau 15% dari keseluruhan leverage financing global. Namun angka ini terus meningkat.

Masih dari Eropa, perusahaan Eropa termasuk Anglo American Plc, Deutsche Bank AG, dan Banco Comercial Portugal SA banyak membeli obligasi mereka sendiri di pasar sekunder, dengan harga yang sudah jauh di bawah par (undervalued). Pembelian ini memberikan profit instan dan mengurangi beban utang korporasi tersebut. Year to date perusahaan Eropa telah membeli sekitar 57 miliar Euro (USD62 miliar) obligasinya sendiri, lima kali lebih besar dibandingkan total pembelian obligasi oleh korporasi sendiri sepanjang tahun lalu.

Pertumbuhan ekonomi Australia pada Q4 2015 tercatat sebesar 3% yoy, di atas estimasi pelaku pasar sebesar 2,5%. Namun demikian pertumbuhan ekonomi yang cukup baik tersebut diperkirakan tidak menghambat kebijakan moneter longgar yang terus dilakukan RBA, karena inflasi yang relatif rendah (2,1% pada Februari), dan unemployment yang sedikit meningkat (6% pada Januari).

Dari Indonesia, pembahasan RUU Pengampunan Pajak ditunda hingga bulan depan, sampai berakhirnya masa reses DPR. DPR baru akan bersidang setelah reses pada tanggal 5 April mendatang. Sementara itu Menteri Keuangan menyatakan akan mengajukan APBN-P pada bulan Juli nanti. Pembahasan RUU Pengampunan diperkirakan selesai sebelum pembahasan APBN-P.

Harga minyak dunia ditutup naik setelah data produksi minyak US dilaporkan turun. Energy Information Administration kemarin melaporkan bahwa total produksi minyak minggu lalu turun 25.000 barrel per hari menjadi 9,07 juta barrel per hari. Penurunan tersebut tidak banyak, namun tren penurunan produksi yang persisten membuat pelaku pasar bullish. Namun di sisi lain terdapat kenaikan cadangan minyak US akhir minggu lalu sebesar 10,4 juta barrel jauh di atas ekspektasi pelaku pasar yang memperkirakan kenaikan supply sebanyak 2,5 juta barrel. Pada perdagangan kemarin, WTI crude Nymex untuk pengiriman April naik USD0,26 (0,8%) ke level USD34,66 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman April naik USD0,12 (0,3%) ke level USD36,93 per barrel. Harga minyak dalam waktu hampir sebulan terakhir bertahan di atas USD30 per barrel dengan tren meningkat.

Yield UST naik setelah data sektor tenaga kerja di AS dilaporkan solid. Data ADP yang menunjukkan kenaikan jumlah pekerja di sektor swasta pada bulan Februari yang mencapai 214.000 pekerja menunjukkan korporasi di AS tidak berhenti mengangkat pegawai di tengah turbulensi ekonomi dan pasar keuangan. Yield UST 10 year naik 1 bps ke level 1,85%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 42 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara di Eropa yield German bund tenor 10 tahun naik 6 bps ke level 0,21%.

Pasar SUN hari Senin ditutup menguat, yield SUN tenor 10 tahun turun 11 bps ke level 8,15%. Yield SUN tenor 10 tahun telah turun 63 bps sejak akhir tahun lalu yang tercatat sebesar 8,74%. IHSG ditutup naik 56,21 poin (1,17%) ke level 4.836,19. Year to date (ytd) IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 5,3% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Asing mencatat net buy sebesar Rp0,48 triliun sehingga sampai ytd asing membukukan net buy sebesar Rp2,5 triliun. Sementara itu, nilai tukar Rupiah menguat Rp46 ke level Rp13.301 per Dolar AS. NDF Rupiah 1M menguat Rp38 ke level Rp13.345 per USD. Persepsi risiko turun, yang tercermin dari penurunan CDS spread 5Y sebesar 9 bps ke level 219. (*)

Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK

Related Posts

News Update

Top News