Kemenperin-BI Koordinasi Penggunaan Rupiah

Kemenperin-BI Koordinasi Penggunaan Rupiah

Jakarta–Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Bank Indonesia (BI) melakukan koordinasi terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah pada kegiatan transaksi di sektor industri.

Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengungkapkan, koordinasi ini diharapkan mampu menstabilkan nilai tukar rupiah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi global.

“Industri merupakan penggerak utama perekonomian nasional. Untuk itu, kami lakukan koordinasi dalam penerapan aturan kewajiban penggunaan Rupiah khususnya untuk kegiatan di sektor industri,” ujar Saleh dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 2 Maret 2016.

Kewajiban penggunaan Rupiah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 11/DKSP/2015 perihal Kewajiban Pengunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam regulasi tersebut ditegaskan, setiap transaksi di wilayah NKRI baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun nontunai, sepanjang dilakukan di Wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.

“Beberapa sektor yang sudah cepat melakukan penyesuaian transaksi dengan aturan BI, di antaranya industri kimia, tekstil, dan logam. Kami dari Kemenperin telah mengirimkan surat kepada pimpinan asosiasi industri pada Desember 2015 dan Januari 2016,” tukasnya.

Namun demikian, kata Menperin, masih ada perusahaan yang mengajukan penangguhan penggunaan Rupiah karena terkait kesiapan sistem pembukuan yang memerlukan updating dari sistem sebelumnya yang menggunakan Dolar AS.

Menurutnya, penggunaan uang Rupiah dalam transaksi bisnis dapat menstabilkan nilai tukar mata uang Indonesia itu sendiri. “Pelaku usaha kan mengharap nilai tukar yang stabil karena mereka dapat memperhitungkan, kalkulasi, strategi finansial usaha mereka. Nah kestabilan ini turut membantu keputusan ekspansi dan investasi ke Indonesia,” paparnya.

Terdapat beberapa industri yang memerlukan waktu untuk penyesuaian transaksi dalam mata urang Rupiah seperti industri makanan minuman yang bahan bakunya masih impor. Begitu juga dengan industri otomotif.

Sedangkan untuk industri-industri yang berada di kawasan berikat, diharapkan dapat diberi kekhususan karena pola bisnis maklon yaitu proses produksi suatu barang pesanan, misalnya dari pemilik merek di luar negeri, yang proses pengerjaannya dilakukan oleh industri di Indonesia.

Sementara itu, di tempat yang sama Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo memberikan apresiasi kepada Kemenperin atas kerja samanya yang baik untuk mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah NKRI dan mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar rupiah.

“Kami berterima kasih kepada Menperin dalam berkomitmen mendorong agar industri dari hulu hingga ke hilir dapat meningkatkan penggunaan rupiah dalam transaksi. Apabila dalam supply chain masih ada sektor yang masih menggunakan valas, maka ini dibicarakan lebih lanjut dengan BI,” ucapnya.

Dari hasil review BI, pada tahun 2015, transaksi yang menggunakan valuta asing masih cukup banyak sebesar US$7 miliar per bulan. Namun, saat ini sudah turun menjadi US$4 miliar per bulan. “Artinya komitmen semua pihak untuk menjalankan aturan BI sesuai Undang-Undang semakin tertib,” katanya.

BI berharap, sinergi, koordinasi dan kerjasama yang baik dengan Kementerian Perindustrian dapat mempercepat upaya mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah Indonesia dan mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar rupiah. (*) Rezkiana Nisaputra‎

Related Posts

News Update

Top News