OJK: Perbankan RI Sudah Lewati Masa Krisis

OJK: Perbankan RI Sudah Lewati Masa Krisis

Jakarta – Perekonomian global diperkirakan tumbuh melambat dan berpotensi mengalami resesi atau stagflasi, utamanya karena adanya pengetatan kebijakan moneter serta berlanjutnya tensi geopolitik cukup tinggi. Hal ini tentunya akan memengaruhi industri jasa keuangan (IJK) untuk tetap tumbuh.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memitigasi dampak tersebut telah melakukan berbagai bauran kebijakan untuk mendukung sektor perbankan tetap kuat dalam menghadapi ketidakpastian di tahun 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, dampak dari ketidakpastian tersebut belum pada level yang sangat mengkhawatirkan bagi Indonesia. Tercermin dari kinerja perbankan masih cukup baik, hingga November 2022 pertumbuhan kredit perbankan dan Dana Pihak Ketiga (DPK) masing-masing sebesar 11,16% dan 8,78% yoy.

“Ini merefleksikan kinerja perbankan kita sudah melampaui pra krisis. Situasi fluktuasi harga komoditas dari berbagai dunia, kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh bank sentral di seluruh dunia untuk mengendalikan inflasi, ini cukup berdampak signifikan ke berbagai negara. Tetapi bisa dikatakan bahwa dampak yang sampai ke Indonesia sampai dengan saat ini tidak terlalu mengkhawatirkan,” ujar Dian dalam sebuah Webinar Perbankan, Selasa, 17 januari 2023.

OJK dalam menghadapi tantangan telah melaksanakan berbagai kebijakan kepada industri perbankan dan pelaku usaha, seperti pemenuhan modal inti minimum perbankan sebesar Rp3 triliun bagi bank umum. Dian mengatakan, kebijakan ini merupakan antisipasi bagi perbankan untuk menghadapi berbagai shock yang akan terjadi kedepannya.

“Hampir seluruh bank umum sudah memiliki modal Rp3 triliun, ini perkembangan yang membanggakan tentu semakin membuat confidence dunia perbankan dalam hadapi shock di masa yang akan datang,” ujar Dian.

Selain itu, OJK mengeluarkan kebijakan program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), relaksasi restrukturisasi kredit terhadap debitur yang terkena dampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

Kemudian, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit dan pembiayaan secara targeted kepada segmen UMKM, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industry tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki dengan periode restrukturisasi sampai dengan 31 maret 2023.

“Kebijakan-kebijakan yang dimaksud untuk mensuport kondisi perekonomian kita agar tetap semakin kondusif di tahun 2023,” pungkasnya. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News