Jakarta – Tekanan inflasi yang semakin tinggi dapat memicu ancaman resesi dan stagflasi sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan kredit perbankan. Slamet Edy Purnomo, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK optimis pertumbuhan kredit hingga akhir 2022 dapat diatas 10%.
“Pertumbuhan ekonomi kita tumbuh 5,72% ditopang dengan kredit kita tumbuh sebesar 11% hingga September 2022 dan kita optimis di akhir 2022 kredit masih diatas 10%,” ujar Slamet, dalam seminar “Peluang Pertumbuhan Kredit di Tengah Ancaman Resesi dan Dinamika Politik” yang digelar PEFINDO Biro Kredit IdScore, Kamis, 10 November 2022.
Lebih lanjut, dia mengatakan, inflasi hanya dapat ditekan dengan peningkatan suku bunga acuan, yang saat ini sudah mencapai 4,75% per Oktober 2022, jika terus meningkat nasib dari kredit perbankan dikhawatirkan akan menurun.
Namun, OJK akan terus melakukan kebijakan countercyclical buffer dan perbankan akan terus didorong untuk terus optimis terutama di sektor-sektor yang saat ini masih memberikan prospek yang bagus seperti sektor rumah tangga, perdagangan, industri pengolahan serta UMKM.
“Di 2023 diperkirakan melandai karena adanya ancaman resesi, tapi kita tetap optimis untuk tetap terus melakukan kebijakan countercyclical agar tidak terjun kepada area resesi,” tegasnya.
Selain itu, perbankan sudah merevisi rencanan bisnis bank (RBB) di akhir tahun 2022 yang sebelumnya kredit sebesar 7,5% menjadi 10,33%. Sementara itu, untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) akan melandai menjadi 5,60%. (*)