“Total (pengaduan sengketa melalui BPSK) bank 274, pembiayaan 168, asuransi 51. Yang paling menarik di BPSK Batubara bank 198, jadi hampir 80% di sana ini fenomena yang menarik. Mereka itu harusnya beroperasi di kabupaten kota tapi mereka beroperasi sampai Pekanbaru, Padang, Jambi. Kami lakukan koordinasi dengan Kemendag dan ditemukan banyak proses-proses yang dilakukan BPSK ini tidak proper (tepat). Banyak sekali yang disimpangkan,” papar Anto.
Ia menyontohkan, kala proses penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank berlangsung, bank tidak boleh mengajukan penagihan yang tentunya membuat kualitas asetnya turun. “Itu jelas apa yang mereka lakukan tidak mengikuti aturan UU Perlindungan Konsumen dan ini merugikan pelaku jasa keuangan. Jadi kita sangat menyesalkan bagaimana tata cara operasi BPSK Batubara,” tegasnya.
Selain melalui BPSK, penyelesaian sengketa antara konsumen atau nasabah dengan lembaga jasa keuangan bisa dilakukan juga lewat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS), atau melalui OJK sendiri.
“Karena pilihan pergi ke OJK, BPSK atau LAPS. Kalau sudah salah 1, ke OJK (tetap) bisa ke BPSK atau LAPS. Tapi kalau dari BPSK dan LAPS kita tidak bisa terima,” tutup Anto. (*)