Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa tahun ini akan ada 18 perusahaan asuransi yang bakal spin-off unit usaha syariah (UUS) dengan mendirikan perusahaan baru dan delapan perusahaan akan mengalihkan portfolio unit syariah ke perusahaan lain.
Sementara pada 2026, terdapat 10 perusahaan yang akan mendirikan perusahaan baru asuransi syariah dan dua perusahaan yang akan mengalihkan portfolio unit syariah kepada perusahaan lain.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, membeberkan tantangan utama bagi perusahaan yang akan mendirikan perusahaan baru. Antara lain terkait dengan dukungan pemegang saham, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, hingga strategi pengembangan pasca spin-off.
“Dukungan pemegang saham sangat diperlukan karena sebagian perusahaan masih memiliki modal yang relatif terbatas sehingga memerlukan komitmen pemegang saham untuk penguatan modal,” ucap Ogi dalam Konferensi Pers RDKB dikutip, 6 Maret 2025.
Baca juga: Tiga Lini Bisnis Ini Jadi Tulang Punggung Asuransi Umum
Lalu, berdasarkan POJK 11 tahun 2023 terdapat insentif yang diberikan bagi perusahaan yang spin-off. Yaitu, pengecualian persyaratan modal disetor minimum sebagaimana layaknya mendirikan perusahaan asuransi baru.
Sesuai dengan POJK tersebut, perusahaan asuransi syariah dikenakan ketentuan berupa kewajiban memiliki modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp500 miliar.
“Ini yang tidak dikenakan karena dianggap existing spin-off dari UUS menjadi perusahaan full-fledged syariah,” jelas Ogi.
Untuk itu, Ogi mengimbau perlu adanya sinergi dengan grup perusahaan termasuk penggunaan infrastruktur, hingga SDM untuk mempercepat proses perizinan. OJK akan melakukan komunikasi secara intensif dengan perusahaan jika terdapat kendala maka dapat ditindaklanjuti.
Baca juga: Premi 7 Lini Bisnis Asuransi Umum Terkontraksi di 2024, Apa Saja?
“Beberapa produk tentunya akan dibutuhkan karena nantinya semua pertanggungan dari lembaga jasa keuangan syariah hanya dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah. Kemudian juga pengaturan mengenai kepemilikan saham perusahaan asuransi syariah itu tidak dimasukkan atau dikecualikan dari batasan investasi pihak terkait,” imbuhnya.
Hal itu dilakukan OJK, mengingat terdapat perusahaan yang menyampaikan adanya perubahan waktu dimulainya proses spin-off. Sehingga, OJK mengimbau transisi tersebut tetap harus diselesaikan paling lambat akhir 2026. (*)
Editor: Galih Pratama










