Balikpapan – Joko Widodo, Presiden RI dalam pertemuan tahunan industri jasa keuangan beberapa waktu lalu menyatakan, net interest margin (NIM) perbankan RI termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. Hal itu memunculkan asumsi jika keuntungan perbankan nasional terlalu tebal.
Adapun pada Januari 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NIM perbankan berada di level 4,89%, kembali naik dibandingkan pada Desember 2022 yang berada di level 4,71%.
Menurut Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, terkait NIM perbankan ada sejumlah hal yang harus dipahami. Antara lain, komponen operational cost perbankan RI yang juga relatif tinggi. Selain itu, provisi untuk non performing loan (NPL) perbankan yang juga cukup besar. Adapun NPL Perbankan di Januari 2023 mencapai 2,59%, sehingga biaya provisi yang harus dipersiapkan kurang lebih sebesar itu.
Dengan kata lain, semakin tinggi biaya yang dikeluarkan bank, tentu bank juga akan berusaha mengcovernya dengan berusaha mencetak pendapatan yang optimum pula.
“Kalau kita bicara negara lain seperti Singapura, Hongkong NPL cuma 1%. Kalau mengacu itu harusnya operasional cost bank di Indonesia bisa ditekan lagi,” ujarnya saat FGD OJK di Balikpapan, Kalimantan Timur, dikutip 4 Maret 2023.
Lebih jauh Mirza menjelaskan, untuk menurunkan NIM, perbankan harus semakin efisien. Hal itu bisa dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan teknologi dalam kegiatan operasional perbankan dan mengurangi kredit bermasalah.
“Salah satu cara mengurangi kredit bermasalah ya informasi kreditnya harus baik, semakin banyak informasi kredit diperoleh maka bank bisa dapat informasi calon debitur dengan lebih baik. Menurut saya komponen ini harus bisa buat perbankan lebih efisien ya, selain memanfaatkan teknologi digital dalam operasional bank,” pungkasnya. (*) Ari Nugroho