Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Haris Turino dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bank Himbara pada hari ini (13/9) menyebutkan, NIM (Net Interest Margin) perbankan di Indonesia merupakan tertinggi di ASEAN, Asia dan dunia yaitu 5,14%. Sementara itu, NIM di Filipina sebesar 3,17%, Malaysia 2,2%, dan di negara-negara maju kisaran 1 %-1,5%.
“Jadi ini bagus karena meng-cover risiko kredit sekaligus sebagai bantalan profitabilitas karena faktanya 70% pendapatan perbankan dari NIM,” ujar Haris, Selasa, 13 September 2022.
Dia juga mengatakan, bahwa pertumbuhan perbankan di Indonesia sangat tinggi, karena masih under penetration 60%, kemudian pasar yang belum di garap sebesar 40%. Selanjutnya, Islamic dan digital banking serta pertumbuhan kelas menengah yang saat ini 85 juta dan di 2045 diperkirakan akan sebesar 245 juta kelas menengah.
Hal ini, sangat menarik bagi asing untuk masuk ke Indonesia. “Ini strateginya seperti apa? Sekaligus jadi tantangan besar bagi bank Himbara yang ingin keluar negeri seperti BNI. Karena sering main di bantalan NIM yang sangat tinggi, kalau keluar harus bersaing di arena yang profitability interest marginnya sangat kecil,” katanya.
Selain itu, bagaimana bank Himbara dalam mengantisipasi kenaikan BI 7 days reverse repo rate. Dengan adanya selisih rata-rata antara BI rate dan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 3% – 6%.
“Mengacu pada data historis bahwa BI7DRR nantinya akan bisa pada kisaran 5,5% sampai 6%, ini tentu mengakibatkan cost of fund yang meningkat dan mengurangi net interest margin. Kira-kira antisipasinya seperti apa?,” tegasnya.
Haris merinci, pada masing-masing bank. Untuk BRI, rasio NPL sebesar 3,2%, masih di atas rata-rata nasional tapi coveragenya sangat tinggi Rp226,3 triliun.
“Kinerja keuangannya bagus, laba bersih tumbuh hamper 100%, cost of fund turun dan CASA meningkat, sehingga dana murah tersedia 65,1%. Tapi yang menjadi catatan BRI adalah cost to income ratio yang meningkat dari 40,7% jadi 44,3%,” jelas Haris.
Selanjutnya, untuk NPL Bank Mandiri 2,47% dengan coverage sebesar Rp274 triliun. Kinerja keuangan bagus, laba bersih naik, pendapatan meningkat, pertumbuhan kredit maupun DPK baik.
“Kalau kita cermati pertumbuhan pendapatan bunga naik 19%, sementara non bunga hanya mengalami kenaikan 1%. Apakah memang pendapatan yang dipicu mandiri hanya interest income tidak fokus pada non interest income. Ditengah ancaman penurunan net interest margin, apa langkah-langkah yang akan Mandiri lakukan?,” ujarnya.
Kemudian, BOPO Bank Mandiri sebesar 55,3%, ini jauh di bawah rata-rata biaya pendapatan operasional dari perbankan.
Lalu, BNI memiliki rasio NPL sebesar 3,2%. Pertumbuhan kreditnya tidak agresif 7,7% dan fokusnya pada manufaktur, perdagangan, restoran dan hotel yang sebesar 46%.
“Yang mencolok dari BNI adalah pertumbuhan pendapatannya tidak banyak dari Rp19,9 triliun menjadi Rp20,3 triliun, tapi labanya naik 75%. Ini mengundang saya untuk bertanya kenapa bisa terjadi, ternyata beban operasional non bunga yang turun drastis. Kerugian penurunan nilai asset keuangan dalau dicermati pos-pos yang lain angkanya sama bahkan naik, maka kedepannya BNI strateginya seperti apa?,” papar Haris.
Untuk BTN, tingkat NPLnya paling tinggi dibandingkan bank Himbara lainnya yaitu 3,54%. Walaupun angka tersebut sudah turun dibandingkan tahun sebelumnya. KUR meningkat tajam menjadi Rp513 miliar dari Rp333 miliar, namun angka ini masih sangat kecil.
“Saya juga ingin konfirmasi, ada kegelisahan di karyawan BTN, apa benar BTN akan diakusisi baik oleh Mnadiri atau BRI dan BTN Syariah akan diangkat anak oleh BSI? karena beberapa karyawan BTN menghubungi saya menanyakan kebenaran berita ini, dan menimbulkan kegelisahan dengan mengatakan core bisnis kami berbeda,” pungkasnya. (*) Irawati