Multiplier Effect Perumahan Rendah Emisi, Motor Baru Ekonomi Sirkular Indonesia

Multiplier Effect Perumahan Rendah Emisi, Motor Baru Ekonomi Sirkular Indonesia

Oleh Wilson Arafat, GRC & ESG Specialist

KRISIS iklim bukan lagi isu masa depan. Ini telah menjadi ancaman nyata yang mengguncang fondasi ekonomi Indonesia hari ini. Sri Mulyani (2024) memperingatkan bahwa jika tidak ditangani secara serius, dampak perubahan iklim dapat memangkas hingga 10 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2025. Angka ini bukan sekadar prediksi, melainkan peringatan tegas bahwa kerugian akibat bencana alam, penurunan produktivitas, dan kerusakan infrastruktur sudah mengarah ke skala sistemis.

Ironisnya, sektor properti dan konstruksi, yang notabene penyumbang hampir 40 persen emisi karbon global, masih belum dikelola secara strategis dalam peta jalan dekarbonisasi nasional dalam strategi mitigasi nasional. Padahal, sektor ini menyimpan potensi transformatif yang besar melalui pengembangan perumahan rendah emisi (PRE). PRE tidak hanya menjadi solusi terhadap krisis lingkungan, tetapi juga membuka peluang strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hijau berbasis inovasi dan berkelanjutan.

Lebih dari sekadar pendekatan ramah lingkungan, PRE menghadirkan potensi pertumbuhan ekonomi yang berlapis. PRE dapat menciptakan efek berantai (multiplier effect) yang mendorong pertumbuhan lintas sektor, terutama dalam membangun ekosistem ekonomi sirkular. PRE tidak hanya menekan emisi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja hijau yang baru, menarik investasi berkelanjutan, dan menggerakkan industri lokal yang berbasis inovasi.

Di saat yang sama, model pengembangan PRE turut mendorong tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) baru dan/atau start up berbasis teknologi ramah lingkungan, khususnya di bidang daur ulang material, energi terbarukan, dan konstruksi berkelanjutan. Hal ini membuka peluang ekonomi yang lebih inklusif, sekaligus mempercepat transformasi menuju ekonomi hijau yang lebih resilient dan kompetitif.

Baca juga: Dasco Pastikan DPR Tak Terima Lagi Tunjangan Rumah Rp50 Juta Mulai November 2025

Katalis Ekonomi Sirkular: dari Limbah Jadi Nilai, dari Rumah Jadi Ekosistem

Salah satu tantangan terbesar Indonesia saat ini adalah penanganan limbah plastik yang terus menumpuk dan mencemari lingkungan, mulai dari kota besar hingga pelosok desa. Terkait perihal ini, PRE membuka peluang revolusioner, berjalin berkelindan mengubah ancaman menjadi kekuatan ekonomi baru. Melalui pengolahan limbah plastik yang cerdas dan inovatif, PRE tidak hanya mampu mengurai dan mengurangi sampah berbahaya yang mengancam ekosistem, tetapi juga mengubahnya menjadi material konstruksi berkualitas dan bernilai tinggi.

Proyek percontohan Bank Tabungan Negara (BTN) di Bekasi menjadi gambaran nyata transformasi limbah plastik menjadi sumber daya berharga. Lebih dari 1,7 juta kilogram sampah plastik berhasil diolah menjadi paving block dan decking lantai yang kuat dan tahan lama, siap digunakan dalam pembangunan hunian rendah emisi. Inisiatif ini membuka peluang bisnis baru bagi UMKM dan industri pengolahan lokal yang selama ini menghadapi keterbatasan pasar dan bahan baku.

Multiplier Effect PRE: Penggerak UMKM, Industri Lokal, dan Inovasi Material

Sektor properti merupakan salah satu pilar penting ekonomi Indonesia, memberikan kontribusi langsung terhadap PDB dan memicu multiplier effect pada – tidak kurang – 174 sektor ekonomi lainnya. Sebagai sektor padat modal dan padat karya, rata-rata lima pekerja terlibat dalam pembangunan satu rumah, menjadikan sektor ini andalan dalam penyerapan tenaga kerja.

Selain itu, lebih dari 90 persen bahan bangunan yang digunakan bersumber dari masyarakat sekitar, menegaskan peran vital sektor properti dalam menggerakkan perekonomian lokal. Tercatat lebih dari 7.000 pengembang aktif menyediakan perumahan di Indonesia, yang menjadi ujung tombak pemenuhan kebutuhan hunian sekaligus katalis ekonomi.

Dalam konteks PRE, pengolahan limbah plastik menciptakan siklus ekonomi sirkular yang berdampak luas. Plastik yang dulu menjadi polutan kini berubah menjadi produk bernilai ekonomi, menyerap tenaga kerja di berbagai tahap proses, mulai dari pengumpulan, pemilahan, pencacahan, hingga produksi material bahan bangunan. Setiap potongan limbah plastik yang terolah bukan hanya membantu membersihkan lingkungan, tetapi juga mendorong pertumbuhan lapangan kerja yang hijau dan memperkuat perekonomian lokal.

UMKM kini menjadi ujung tombak transformasi ekonomi hijau, memperoleh akses pasar yang lebih stabil dan berkembang berkat meningkatnya permintaan material ramah lingkungan. Ini memperkuat ketahanan ekonomi lokal dan mendorong pemerataan kesejahteraan di pelbagai wilayah Indonesia.

Industri lokal pun mengalami transformasi signifikan. Dengan terbangunnya rantai nilai yang melibatkan pengolahan material daur ulang, manufaktur komponen bangunan ramah lingkungan, hingga teknologi energi terbarukan, ekosistem bisnis yang dinamis dan inovatif terus bertumbuh. Kolaborasi antarpelaku usaha menghasilkan produk dan layanan yang makin kompetitif, memungkinkan industri lokal untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan berinovasi di tengah persaingan global.

Inovasi material menjadi ujung tombak keberlanjutan dan efisiensi di sektor konstruksi. Teknologi pengolahan limbah plastik memungkinkan produksi material yang murah, kuat, dan berkelanjutan, sekaligus menurunkan ketergantungan pada bahan baku primer yang kian terbatas. Produk seperti paving block dan decking lantai dari plastik daur ulang bukan hanya solusi limbah, tetapi juga pilihan material ekonomis dan efisien yang dapat diproduksi massal.

Transformasi ini menunjukkan bahwa limbah bukanlah beban, melainkan modal ekonomi yang siap diaktifkan. Dengan pengelolaan tepat dan skala yang diperbesar, pengolahan limbah plastik akan menjadi motor penggerak ekonomi hijau Indonesia, menciptakan ekosistem produktif, inklusif, dan berkelanjutan.

Di masa depan, PRE bukan sekadar simbol kepedulian terhadap  lingkungan berkelanjutan, tapi juga lambang kemampuan bangsa mengubah krisis limbah plastik menjadi peluang ekonomi yang nyata dan berdampak sangat luas. Dari limbah plastik jadi nilai, dari rumah jadi ekosistem ekonomi sirkular Indonesia.

Baca juga: Sri Mulyani Restui Kenaikan Plafon KUR Perumahan UMKM Jadi Rp20 Miliar

Solusi Mengatasi Tantangan: Inovasi, Regulasi, dan Kolaborasi

Meski potensi PRE dan ekonomi sirkular sangat besar, implementasinya masih menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari biaya awal yang relatif tinggi, keterbatasan pasokan material sirkular yang berkualitas, hingga belum meratanya infrastruktur pendukung energi hijau di banyak wilayah Indonesia. Namun, tantangan ini bukan alasan untuk stagnasi.

Banyak negara telah membuktikan bahwa intervensi kebijakan yang tepat mampu membuka jalan. Singapura dengan skema insentif Green Mark, Belanda dengan regulasi material daur ulang, hingga Brasil dengan perumahan hijau untuk masyarakat berpenghasilan rendah, semua menunjukkan bahwa solusi bisa dirancang asalkan ada visi nasional.

Indonesia perlu mengakselerasi langkah serupa. Pemerintah dapat mengeluarkan insentif fiskal bagi pengembang yang menggunakan material daur ulang lokal dan memberikan skema KPR hijau dengan suku bunga rendah. Di lain sisi, kolaborasi dengan swasta dan lembaga keuangan penting untuk mengembangkan pasar karbon domestik yang terhubung dengan sektor perumahan. Edukasi kepada masyarakat juga mutlak karena kesadaran konsumen akan menjadi penggerak utama permintaan rumah hijau di masa depan.

PRE: Motor Ekonomi Hijau Indonesia

PRE adalah investasi nyata hari ini untuk warisan kehidupan yang lebih baik esok. PRE bukan sekadar bangunan, melainkan fondasi ekonomi hijau Indonesia yang tangguh, yang mengubah limbah menjadi peluang, tantangan menjadi keberhasilan, dan konsumsi menjadi keberlanjutan. Di balik setiap bata dan panel surya yang terpasang, ada ribuan harapan keluarga Indonesia akan lingkungan yang lebih bersih dan masa depan yang lebih sejahtera. Kini, pertanyaannya bukan lagi “apakah kita mampu?”, melainkan “apakah kita berani?”.

Pemerintah dan sektor swasta harus berani menetapkan target 30 persen rumah baru memakai material daur ulang pada 2030. Karena, masa depan ekonomi hijau dimulai dari keputusan hari ini, untuk membangun, bukan hanya rumah, tapi juga harapan.

Keputusan membangun PRE adalah keputusan untuk menyelamatkan bumi, menggerakkan ekonomi sirkular, dan mewariskan dunia yang layak bagi generasi penerus. Masa depan tidak dibentuk dari keraguan, tetapi dari tindakan nyata yang kita ambil sekarang. Mari jadikan perumahan rendah emisi bukan hanya impian, tetapi gerakan nasional yang mengubah wajah Indonesia. (*)

Related Posts

News Update

Netizen +62