Miris! Ternyata Ini Alasan Lansia Jepang Ramai-Ramai Memilih jadi Penjahat

Miris! Ternyata Ini Alasan Lansia Jepang Ramai-Ramai Memilih jadi Penjahat

Jakarta – Di saat ekonomi Jepang meroket dengan indikator gross domestic product (GDP) tertinggi kedua di dunia, rupanya negeri ini tengah dilanda gelombang kriminalitas yang dilakukan para lansia. 

Menurut laporan The Economist, jumlah pelaku kriminal di atas usia 65 tahun meningkat lebih dari dua kali lipat selama dua dekade terakhir. Secara persentase, jumlah tersebut naik sebesar 7% dari satu dekade sebelumnya.

Pada 2006, The Guardian melaporkan, jumlah tahanan berusia 60 tahun ke atas ada 28.892 orang atau 12% dari keseluruhan tahanan berjumlah 80.000. Angka tersebut melonjak drastis dari tahun 2000 yang hanya ada 9.478 orang.

Baca juga: Kerja Satu Bulan di Jepang Setara dengan Gaji Manager Bank BUMN, Ini Buktinya

Pertanyaannya, apa latar belakang para lansia melakukan tindak kriminal di Negeri Matahari Terbit itu? 

Toshio Takata (65), salah satu penghuni rumah singgah di Hiroshima yang menampung para mantan narapida sebelum kembali ke masyarakat mengungkapkan, penjara adalah tempat menyambung hidup terbaik.

Menurutnya, meski hidup di balik jeruji ia bisa mendapatkan tempat tinggal, layanan kesehatan hingga kebutuhan pangan sehari-hari.

“Saya sudah mencapai usia pensiun dan kemudian kehabisan uang. Lalu, saya berpikir bahwa kemungkinan saya bisa hidup gratis jika hidup di penjara,” akunya, melansir BBC, dikutip Senin (21/8).

Untuk bisa masuk penjara, Toship memang sengaja melakukan tindak kriminal. Yakni, mencuri sebuah sepeda milik orang lain dan secara sukarela dirinya menyerahkan diri ke polisi.

Rencananya pun berhasil, pengadilan setempat mendakwa Toshio dengan bui selama satu tahun dengan kasus pencurian ringan. Ini menjadi pelanggaran pertamanya saat dia berumur 65 tahun.

Baca juga: Angka Kelahiran Merosot, Anak Muda Jepang Terancam Punah di 2030

Lain lagi dengan Takako Suzuki (76), perempuan satu ini rela dibui karena merasa bahagia hidup di sana. Pasalnya, ia merasa kesepian akibat kesibukan sang anak dan suami yang sudah tiada hingga nekat melakukan aksi pidana. 

“Saat di penjara kualitas hidup meningkat. Saya tidak lagi kesepian, bisa ngobrol bareng tahanan lain, melakukan kegiatan keterampilan, dan mendapat pengobatan fisioterapi secara gratis,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News