Oleh Awaldi, Direktur Operasional Bank Muamalat
ROMLI hari itu karena puasa dan cuaca panas ngantuk berat. Di pos penjagaan satpam, Romli tertidur sambil duduk. Kepalanya terkulai, mulutnya sedikit menganga. Romli bermimpi. Dalam mimpinya dia terjaga dan melihat jam tangannya menunjukkan tanggal 1 Agustus 2020, pagi jam 8.
Dalam mimpinya Romli melihat saya datang pake celana pendek berbaju kaos sport sambil menenteng reket. Saya melambaikan tangan mengajaknya bertarung badminton lagi, mencari secercah keringat penambah semangat hidup di hari itu. Romli kaget sambil mikir bukannya hari ini hari kerja?. Hari dimana kasus virus corona sudah turun dan sejak awal Juni 2020 kemaren kantor-kantor sudah buka seperti sedia kala sesuai himbauan pemerintah pusat maupun Pemda DKI.
Kok si boss pak haji si juragan tidak ke kantor? Malah ngajak saya maen tepok bulu ayam? Romli tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya, sambil setengah berteriak bilang, “Gan, emangnya nggak kerja?”. Nah saya pikir dalam hati, Romli sang security kok nggak tahu ya perkembangan setelah Covid-19 mereda, kantor-kantor sudah berbeda style-nya. Sambil melenggang mengajak Romli ke lapangan bulu tangkis saya menjelaskan, “Rom, ini sudah jaman baru. Bankirnya pun gaya baru. Setelah corona mereda, bankir masuk kantor sekali seminggu”. Romli masih mikir maksudnya apa. Saya menjelaskan, seminggu kerja dari rumah, dan seminggu kerja dari kantor.
Romli manggut-manggut aja, terlihat takjub. Mungkin dia mikir, ini bankir enak aja. Nggak tiap hari masuk kerja, tapi gajinya tidak dipotong. Romli sebagai security jelas-jelas tidak bisa membayangkan bagaimana dia bekerja seminggu-seminggu tetapi tetep dibayar full. Mosok gue bisa jagain kompleks dari rumah?. Mungkin dia berpikir begitu.
Dalam mimpinya Romli, saya memberikan kuliah tentang Bankir gaya baru. Saya menjelaskan, “Rom, covid-19 telah merubah cara kerja bankir”. Saya meneruskan penjelasan bahwa bekerja tidak mesti dari Kantor. Dua bulan di karantina rupanya para pegawai bank malah untuk hal-hal tertentu produktif bekerja dari rumah. Bankir tiap hari tidak pernah lepas dari laptop. Kebanyakan melakukan virtual meeting dengan tim satu direktorat. Tapi bisa juga menyapa frontlines bank yang berada di seluruh Indonesia, memberikan semangat, memberikan briefing. Juga bicara di dalam training refreshment melalui zoom untuk bagian-bagian tekhnis, seperti team financing operation, team control, team service quality, dan lain-lain.
Romli masih duduk tertidur. Nyenyak banget. Saya masih nyerocos dalam mimpinya Romli, saya nggak peduli dia mengerti atau tidak. Saya menjelaskan bahwa setelah corona berlalu, untuk apa mengumpulkan orang-orang ke Jakarta menghadiri training? Ternyata lebih efektif kok menyapa melalui video conference. Untuk apa melakukan perjalan dinas tiap sebentar? Perjalanan dinas dilakukan hanya untuk urusan yang perlu-perlu banget aja. Sisanya bisa dilakukan dari rumah ke rumah, melalui tatapan wajah di laptop. Untuk kunjungan ke cabang-cabang luar kota yang biasa dilakukan oleh BOD, bisa digantikan dengan virtual visit kok.
Dalam mimpinya Romli, saya tiba-tiba berada dalam satu ruangan hotel dalam conference yang diikuti oleh para HR Manager. Saya bicara di podium, seperti dulu-dulu waktu saya masih jadi konsultan HR. Dari podium yang megah saya menjelaskan tentang gaya baru dalam bekerja, bahwa Bank tidak lagi perlu mengumpulkan karyawannya untuk bekerja di Kantor Pusat, yang crowded, rame dan jauh di pusat kota. Banyak tenaga karyawan yang terbuang untuk mencapai kantor. Perjalanan jauh untuk mencapai kantor ini selalu menjadi momok dan komplain karyawan. Dalam setiap survey yang dilakukan oleh lembaga konsultan HR setiap tahun, karyawan di Indonesia selalu menyebut bahwa yang menyebabkan mereka tidak senang dan produktif bekerja di perusahaan adalah jarak tempuh yang jauh dari rumah.
Karyawan bank di Indonesia sebagian besar selalu mikir untuk pindah bank, bukan hanya karena gaji yg lebih besar dan karir yang lebih bagus, kebanyakan di antara mereka menyampaikan alasan masalah lokasi kantor yang tidak favorable.
Sambil menunjuk-nunjuk ke arah slide prentation dalam mimpinya Romli, saya menjelaskan bahwa Bank punya keuntungan karena punya kantor cabang yang banyak di mana-mana di sudut kota. Dalam masa karantina kita diajarkan, dengan bantuan teknologi, karyawan yang memang mesti masuk kantor mengakses core banking system ternyata tidak harus ke Kantor Pusat, cukup datang ke cabang-cabang yang dekat dengan rumahnya, pake laptop dan VPN, dan semua data sudah bisa di akses. Karena itu bank punya luxury untuk tidak harus mewajibkan karyawannya datang ke Kantor Pusat, cukup datang dan berkantor di cabang-cabang terdekat, yang ruangannya masih bisa diutilisasi.
Selesai memberikan ceramah itu, tiba-tiba dalam mimpinya Romli saya kembali berdiri di depan pos satpam memakai celana pendek dan pegang reket bulu tangkis. Saya bilang ke Romli, “udah ayo kita segera ke lapangan mumpung udara pagi masih belum panas terik”.
Kamipun berjalan ke lapangan baminton yang berada di tengah-tengah kompleks perumahan. Sambil menoleh ke arah Romli, saya bilang “jangan mikir banyak-banyak Rom. Nggak usah mikir yang nggak nyampe di otakmu. Nggak usah mikir tentang gaya hidup bankir yang baru. Udahlah santai aja hidup. Urus dirimu sendiri aja.Tiap pagi bisa seneng-seneng main badminton. Raketnya dari saya, cocknya dari saya. Apalagi yang dipikir dan dicari?”.(*)