Oleh Ryan Kiryanto, Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/LPPI
KETIKA pemerintah Tiongkok merilis berita soal pembukaan kembali aktivitas ekonomi dan sosial menyusul dilonggarkannya kebijakan nol COVID-19 pada akhir 2022 lalu, berkembang optimisme bahwa perekonomian negara kedua terbesar di dunia itu akan segera pulih lebih cepat.
Ekspektasi itu pun muncul di berbagai risalah sejumlah lembaga ekonomi dan keuangan internasional bahwa pemulihan ekonomi Tiongkok akan menjadi lokomotif pemulihan ekonomi global, lantaran porsi perekonomian (produk domestik bruto/PDB) Tiongkok yang sekitar 19% terhadap total PDB dunia.
Salah satu lembaga internasional yang meyakini perkiraan itu adalah Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Secara spesifik lembaga ini menegaskan bahwa perekonomian Asia terisolasi dari tekanan krisis perbankan global yang merebak di Eropa dan Amerika Serikat (AS) pada Maret lalu. Itulah pernyataan Krishna Srinivasan, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, pada konferensi pers di Hong Kong belum lama ini.
Berbicara pada peluncuran Outlook Ekonomi Regional, Srinivasan mengatakan bahwa bank-bank dan investor Asia memiliki eksposur minimal ke Silicon Valley Bank (SVB) dan valuasi ekuitas mereka telah menutupi sebagian besar kerugian setelah terjadi aksi jual global yang disebabkan oleh kegagalan SVB yang berbasis di California, AS.
Kawasan Asia menjadi titik terang di tengah pemulihan ekonomi global yang lebih sulit sehubungan masih bergejolaknya perang di Ukraina. Kawasan ini akan berkontribusi sekitar 70% (bersama dengan kawasan Pasifik) terhadap pertumbuhan global tahun ini – pangsa yang jauh lebih besar daripada beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan di dua kawasan berkembang ini diperkirakan meningkat menjadi 4,6% dari 3,8% tahun lalu.
Faktor pendorong utama adalah pembukaan kembali Tiongkok, dalam hal ini lonjakan konsumsi mendorong pertumbuhan di seluruh wilayah meskipun permintaan lebih lemah dari seluruh dunia. Biro Politik Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok (CPC) telah menekankan bahwa “tekanan rangkap tiga” (yaitu permintaan menyusut, pasokan terganggu, dan ekspektasi melemah) yang dihadapi ekonomi Tiongkok berangsur-angsur mereda, pertumbuhan ekonomi telah lebih baik dari yang diharapkan.
Ekonomi Tiongkok berkembang pada kecepatan yang lebih baik, menunjukkan negara itu berada di jalur untuk memenuhi target pertumbuhan tahunan (year on year/yoy) sebesar 5,0%-5,5%. PDB Tiongkok pada kuartal pertama 2023 tumbuh 4,5% yoy dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang 4,2% yoy.
Namun, analisis data yang cermat menunjukkan bahwa pemulihan tersebut tidak seimbang dan masih menghadapi beberapa tantangan, termasuk permintaan domestik dan eksternal yang lemah serta kurangnya kepercayaan sektor swasta setelah menderita karena kebijakan penguncian total di masa pandemi COVID-19.
Setelah penguncian pandemi dan tindakan keras peraturan, kepercayaan pengusaha swasta tetap tertekan. Investasi swasta telah terhenti dalam lima kuartal terakhir, sementara investasi yang dipimpin negara telah melonjak. Meskipun Tiongkok telah melepaskan kebijakan penguncian total, kesenjangan antara laju investasi aset tetap swasta dan negara tetap lebar hingga kuartal pertama 2023. Investasi oleh negara meningkat 10% yoy hingga Maret, sementara investasi swasta meningkat hanya 0,6% yoy.
Perdana menteri baru, Li Qiang, berusaha meyakinkan sektor swasta dengan mengunjungi beberapa perusahaan swasta di Hunan dan Guangdong dalam perjalanan pertamanya sebagai perdana menteri. Prinsipnya, para pengambil kebijakan meyakinkan para pengusaha tentang dukungan pemerintah, meskipun pernyataan saja tidak akan segera mengembalikan kepercayaan pasar. Tindakan nyata pemerintah dalam mendukung perusahaan swasta sangat diperlukan untuk menghidupkan kembali investasi swasta domestik.
Pemulihan Belum Kuat
Setelah kebijakan penguncian tanpa toleransi, karantina, dan pembatasan lainnya di Tiongkok dicabut, virus COVID-19 menyebar dengan cepat ke seluruh Tiongkok antara Desember 2022 dan Januari 2023. Hal itu menimbulkan keraguan, kapan orang dapat kembali ke mobilitas pribadi secara normal.
Pada kuartal pertama tahun ini, sektor jasa pulih relatif cepat karena mobilitas pulih. Nilai tambah di sektor jasa tumbuh 5,4% yoy pada kuartal pertama 2023, sementara di industri sekunder, termasuk pertambangan, manufaktur, utilitas publik, dan konstruksi, hanya tumbuh 3,3% yoy.
Pemulihan sektor jasa memperoleh momentum selama kuartal pertama, menyusul penjualan ritel pada Januari dan Februari yang tumbuh 3,5% yoy. Kecepatan ini dipercepat lagi pada Maret dengan peningkatan 10,6% yoy, menghasilkan pertumbuhan tahunan 5,8% dalam penjualan ritel kuartal pertama.
Usaha jasa restoran, perhiasan, dan obat-obatan mengalami pertumbuhan terkuat. Nilai tambah di sektor akomodasi dan katering mencatat peningkatan hampir 14% yoy pada kuartal pertama, tertinggi di antara semua sektor jasa. Mencerminkan pemulihan cepat di sektor pariwisata domestik.
Meskipun ada lonjakan dalam aktivitas ekonomi, inflasi tetap lemah dengan indeks harga konsumen (IHK) pada Maret naik hanya 0,7% yoy, jauh di bawah target resmi yang sebesar 3%, sekaligus menunjukkan permintaan domestik tetap lemah.
Asesmen ini terkonfirmasi dari data tabungan rumah tangga pada kuartal pertama yang tumbuh pada kecepatan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu, yang juga mencerminkan ketidakpastian yang berkelanjutan tentang pendapatan dan pekerjaan.
Laju pemulihan di sektor industri terlihat lebih beragam. Nilai tambah industri pada kuartal pertama mencapai 3% atau lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu. Secara bulanan, nilai tambah industri pada Februari dan Maret tetap tidak berubah, menunjukkan pemulihan telah mengalami stagnasi.
Purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Caixin juga menunjukkan bahwa momentum pemulihan melambat pada Maret dengan PMI 50 atau stagnan. Indeks harga produsen turun 2,5% yoy pada Maret lalu, menjadi penurunan terbesar sejak Juni 2020. Keuntungan industri turun secara mengejutkan sebesar 23% yoy per Februari, merupakan penurunan terbesar sejak awal 2020.
Meskipun ada tanda-tanda pemulihan ekspor pada Maret lalu, produsen dan eksportir Tiongkok terus menghadapi permintaan eksternal yang lemah. Perlambatan pertumbuhan di seluruh dunia, terutama di AS dan Eropa, berkontribusi pada penurunan ekspor barang dagangan Januari dan Februari sebesar 6,8% yoy. Namun, ekspor pulih dengan kuat pada Maret dan tumbuh 14,8% yoy, sebagian besar berkat penjualan kendaraan listrik yang kuat dan ekspor ke Rusia.
Ekspor meningkat pada kuartal pertama sebesar 0,5% yoy dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, tetapi ekspor oleh produsen asing justru turun 16,3% yoy, meningkatkan kekhawatiran bahwa perusahaan asing ditengarai mempercepat relokasi rantai pasokan mereka dari Tiongkok.
Alhasil, pertumbuhan ekspor yang kuat mungkin tidak akan berkelanjutan untuk sisa 2023 ini. Indikasinya adalah subindeks untuk output dan total pesanan baru untuk barang-barang Tiongkok dalam indeks PMI Caixin menurun pada Maret, meskipun tetap berada di zona ekspansif.
Subindeks untuk pekerjaan manufaktur menunjukkan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di antara produsen Tiongkok meningkat pada Maret. Oleh karena itu, ekspor kemungkinan akan melemah pada paruh kedua tahun ini, meskipun ekspor pada April dapat tumbuh positif karena basis yang rendah tahun lalu.
Pemulihan ekonomi Tiongkok yang belum kuat, salah satunya disebabkan oleh kinerja sektor properti yang belum membaik pascapandemi COVID-19 dan karena berbagai skandal di sektor ini pada tahun-tahun sebelum pandemi.
Investasi dan penjualan properti hingga kuartal pertama masih berada di wilayah negatif, meskipun dengan nilai yang jauh lebih kecil dari tahun lalu. Penjualan rumah baru oleh 100 pengembang real estat terbesar pada Maret meningkat signifikan, berkisar 30% yoy.
Kabar baiknya, rencana penyelamatan pemerintah untuk sektor properti dan real estat tampaknya mulai berhasil. Pembukaan kembali Tiongkok dari kebijakan nol COVID-19 memberikan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi permintaan perumahan untuk pulih. Kemungkinan besar sektor properti akan membaik pada 2023 dibandingkan pada 2022.
Catatan Penutup
Ekspektasi terhadap pemulihan Tiongkok menjadi salah satu titik terang bagi perekonomian dunia, menyusul pencabutan kebijakan nol COVID-19 yang membuka kembali aktivitas ekonomi dan sosialnya. Terdapat beberapa indikator penopang pemulihan ekonomi Tiongkok meskipun belum seperti yang diekspektasikan sebelumnya.
Pertama, dibandingkan dengan pemulihan sebelumnya, pemulihan ini lebih didorong oleh konsumsi daripada produksi industri, properti, atau investasi manufaktur. Ini dibuktikan dengan kinerja PMI jasa yang lebih baik daripada PMI manufaktur.
Kedua, kinerja ekspor masih terus berlanjut, kendati PMI manufaktur yang belum kuat dan permintaan eksternal yang lemah, utamanya dari negara-negara maju yang terpukul oleh resesi – bukan pertanda baik bagi pesanan ekspor Tiongkok. Baru-baru ini, PMI pesanan ekspor baru berubah menjadi kontraktif.
Ketiga, keyakinan konsumen berangsur-angsur pulih meskipun masih rapuh dan rendah. Terjadi sedikit peningkatan dorongan kredit yang sebagian besar didorong oleh investasi badan usaha milik negara (BUMN) di bidang infrastruktur daripada investasi belanja modal sektor swasta atau ekspansi kredit rumah tangga. Tetapi, semua ini mengindikasikan sinyal positif untuk mendongkrak optimisme masyarakat dan dunia usaha.
Keempat, indikator mobilitas terus mengalami peningkatan yang stabil, terdeteksi dari penumpang kereta bawah tanah, katering, dan box office film yang semuanya kembali ke level sebelum COVID-19. Pertumbuhan penjualan ritel melebihi 10% pada April lalu, juga mengalahkan level sebelum COVID-19.
Penerbangan domestik sebagian besar telah dinormalisasi, disusul oleh penerbangan internasional. Pemerintah Tiongkok berharap wisatawan domestik melakukan 4,6 miliar perjalanan domestik pada 2023, yang merupakan 75,8% dari level 2019 (masa prapandemi).
Kelima, pembukaan kembali dan langkah-langkah kebijakan yang lebih mudah telah mengangkat penjualan dan harga properti sejak Tahun Baru Imlek, meskipun beberapa tanda menunjukkan rebound mungkin berumur pendek.
Meskipun secara umum kepercayaan konsumen masih rendah, konsumsi masyarakat yang berangsur-angsur menguat membantu pemulihan yang lebih sustain. Para ekonom percaya rebound yang lebih kuat dan berkelanjutan tetap bergantung pada perbaikan pasar kerja, peningkatan kepercayaan sektor swasta, dan permintaan eksternal yang berkelanjutan.
Akhirnya, kalaupun untuk jangka pendek outlook ekonomi Tiongkok belum menggembirakan, namun jauh lebih banyak analis dan ekonom meyakini ekonomi negara ini akan menguat secara berkelanjutan dan memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi global.
Secara keseluruhan, meskipun ada sedikit penurunan, ekonomi Tiongkok tampaknya tetap berada di jalurnya, yang mendasari sebagian ekonom mempertahankan perkiraan pertumbuhan PDB Tiongkok untuk 2023 sebesar 5,0%-5,5% secara tahunan. (*)