Analisis

Menyoal Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pejabat Publik di DPR (DPR Telah Merampas Hak Rakyat?)

oleh: Eko B Supriyanto

 
PEKAN lalu DPR, khususnya Komisi XI yang membidangi sektor keuangan kembali menyelenggarakan uji kelayakan dan kepatutan calon pejabat publik. Tes ini lebih dikenal dalam istilah bahasa Inggrisnya “fit and proper test“. Kali ini yang diuji adalah calon ketua dan anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.

Dalam ujian untuk calon DK OJK ini, DPR justru kembali menunjukkan perilaku yang kurang layak dan kurang patut. Persis seperti proses uji calon pejabat publik sebelum-sebelumnya. Baik untuk Ketua KPK, DK OJK, Gubernur dan Deputi Gubernur BI maupun Anggota BPK.

Mereka dalam hiruk pikuk pemilihan dan pengambilan suara sering kali memilih asal yang bukan diunggulkan Pemerintah. Mereka selalu mau sekadar tampil beda dan sering mengabaikan faktor kompetensi calon. Alasan klasiknya selalu bahwa fit and proper test ini bukan mengenai kompetensi. Ini proses politik. Itu selalu yang jadi dalih DPR.

Kembali kepada Uji Kelayakan dan Kepatutan calon anggota DK OJK, Panitia Seleksi (Pansel) mengajukan 21 calon ke Presiden, yaitu 3 calon untuk setiap jabatan/posisi dengan jumlah 7 posisi yang harus diisi, yaitu Ketua, Wakil Ketua, 3 Kepala Eksekutif dan 2 anggota lainnya. Presiden kemudian mengajukan 14 calon ke DPR dengan masing-masing jabatan/posisi 2 calon. Sebetulnya alasan Pansel maupun Presiden melakukan pengelompokan calon adalah sangat masuk akal, yaitu untuk memudahkan pemilihan karena bagaimanapun juga tingkat keahlian dan  kompetensi calon yang dibutuhkan memang berbeda-beda untuk tiap-tiap jabatan atau posisi.

Tetapi dari sejak nama-nama calon disampaikan Presiden, kritik sudah mulai berhamburan dari DPR mempersoalkan pengelompokan (clustering) ini. Mereka  beralasan itu melanggar Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Karena undang-undang tersebut tidak mengatur secara spesifik mengenai clustering ini. Memang benar undang-undang tidak mengatur khusus, tetapi sebuah “ijtihad” dengan logika yang dapat dibenarkan demi kemaslahatan umum apakah harus dibatalkan? (Bersambung ke halaman berikutnya)

Page: 1 2 3

Paulus Yoga

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

5 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

5 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

7 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

7 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

8 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

9 hours ago