Analisis

Menyoal Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pejabat Publik di DPR (DPR Telah Merampas Hak Rakyat?)

Tetapi begitulah DPR dengan percaya diri membatalkan format pengelompokan yang diusulkan Presiden. Mereka seenaknya saja membuat tafsir terhadap undang-undang. Mereka lupa bahwa “tidak menggunakan pengelompokan” pun tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK tersebut. Artinya, sebetulnya Presiden/Pansel juga tidak melanggar undang-undang kalau menggunakan format clustering. Sayang Pansel tidak bisa meyakinkan DPR ketika RDPU (rapat dengar pendapat umum) sebelum proses uji calon DK OJK dimulai pada awal pekan lalu.

Penghapusan format kelompok calon ini tampaknya seperti persoalan sepele. Padahal dampaknya bisa sangat merugikan hak rakyat untuk mendapatkan pejabat publik dengan kompetensi terbaik. Hal itu terlihat dalam proses pemilihan anggota DK OJK yang berlangsung pekan lalu. Menurut undang-undang OJK, calon ketua mendapat perlakuan khusus, dalam artian calon ketua yang tidak terpilih dapat dipilih untuk jabatan lainnya baik sebagai wakil ketua, kepala eksekutif maupun anggota DK lainnya.

Tetapi apa yang terjadi pekan lalu? Terlepas dari siapapun orang yang terpilih ataupun tidak terpilih telah terjadi sebuah ironi yang merugikan hak rakyat untuk mendapatkan pejabat publik yang terbaik.

Kalau anggota DPR mau sedikit menghargai hak Presiden dan mengapresiasi pekerjaan Pansel, semestinya mereka memperhitungkan calon ketua dengan lebih seksama. Cara berpikirnya sederhana saja. Jika Pansel sudah bekerja dengan benar sesuai undang-undang, seharusnya Presiden dan DPR yakin bahwa tingkat keahlian dan kompetensi calon ketua jelas lebih tinggi dari calon yang lainnya. Jadi logika lurusnya kalau calon ketua yang tidak terpilih semestinya bisa mengisi jabatan wakil ketua atau jabatan lainnya.

Dalam kenyatannya pada pemilihan DK OJK pekan lalu, ada calon ketua yang tidak bisa jadi wakil atau bahkan anggota DK OJK sekalipun. Ini sungguh melukai rasa keadilan. Mengapa seorang calon ketua yang jelas-jelas tingkat keahlian dan kompetensinya lebih tinggi dari semua calon untuk jabatan lain tidak bisa menjadi anggota DK? Apakah adil jika semua keputusan pemilihan pejabat publik selalu berdalih keputusan politik? Betul bahwa DPR adalah lembaga politik, tetapi jangan lupa DPR sesuai namanya adalah juga lembaga perwakilan rakyat? Jadi rasa adil itu untuk kepentingan politik atau kepentingan rakyat? Atau kalau mau diteruskan rakyat yang mana? (Bersambung ke halaman berikutnya)

Page: 1 2 3

Paulus Yoga

Recent Posts

Krisis Daya Beli: Masyarakat Tetap Prioritaskan Kebutuhan Makanan

Jakarta - Penurunan jumlah kelas menengah dan daya beli masyarakat belakangan ini menimbulkan kekhawatiran di… Read More

12 hours ago

Prabowo Terima Surat Kepercayaan 7 Dubes Negara Sahabat, dari Eropa-Asia Tengah

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menerima surat kepercayaan dari tujuh Duta Besar Luar Biasa dan… Read More

12 hours ago

Unilever Food Solutions Perkenalkan 5 Tren Kuliner 2024 untuk Bisnis Horeka di Indonesia

Jakarta – Unilever Food Solutions (UFS), perusahaan penyedia layanan makanan profesional, memperkenalkan lima tren kuliner… Read More

12 hours ago

BCA Umumkan Penerima Hadiah Program Gebyar Badan Usaha 2024

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memberikan sambutan saat acara pengumuman… Read More

13 hours ago

SuperApp BYOND by BSI Siap Meluncur Layanan Makin Lengkap, Lebih User Friendly, Semakin Aman

Suasana saat konferensi pers Pre-Grand Launching BYOND by BSI, di Jakarta. Karyawan tengah menunjukan SuperApp… Read More

13 hours ago

Perkuat Modal dan Bisnis, Bank NTT akan Jajaki KUB dengan Bank Jatim

Jakarta - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjajaki penguatan permodalan PT Bank Pembangunan Daerah… Read More

14 hours ago