Menyoal Bonus dan Tantiem Direksi BUMN di Tengah Rombongan Wamen Jadi Komisaris “Pajangan”

Menyoal Bonus dan Tantiem Direksi BUMN di Tengah Rombongan Wamen Jadi Komisaris “Pajangan”

Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group

BISIK-BISIK soal bonus besar para direksi dan komisaris BUMN tiba-tiba tak lagi tabu. Yang disoal bukan masalah besarnya, melainkan cara atau kelayakan mereka meraih bonus tebal itu. Misalnya, perusahaan kinerjanya biasa saja, bahkan merosot, yang ditandai dengan harga sahamnya yang “jeblok”, kalau di perbankan terlihat dari kenaikan kredit bermasalah, lalu kurangnya pencadangan. Tapi, perusahaan lantas dipoles sana-sini sehingga perolehan labanya terlihat besar.

Adalah Dony Oskaria, Chief Operating Officer (COO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang mengungkap modus para direksi BUMN untuk memperoleh bonus gede. Menurutnya, para direksi yang direstui oleh komisaris diduga merekayasa laporan keuangan perusahaan agar bottom line dalam laporan keuangan perusahaan terlihat positif.

Padahal, dalam jangka panjang, laba dan keuntungan yang diperoleh tersebut tidak membuat BUMN menjadi sehat. Sebab, laba yang dicapai adalah laba semu. Dony menegaskan ketidaksukaannya atas pencapaian laba yang dibesar-besarkan. Misalnya, biaya yang ditunda-tunda hanya untuk mendapatkan bottom line yang bagus, kemudian diikuti dengan tantiem.

“Menurut saya, itu adalah manipulasi yang menyebabkan perusahaan itu jatuh,” ujar Dony, yang juga Wakil Menteri BUMN ini, dalam acara IKA Fikom Unpad Executive Breakfast Meeting di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, Rabu (18/6/2025). Dony mengatakan, yang membuat sejumlah perusahaan BUMN gagal pada masa lalu terutama karena tidak adanya visi jangka panjang. Selain itu, lemahnya pengawasan operasional.

Baca juga: Mencari Sosok Komisioner LPS, Barisan Depan Penjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Dony memang tidak menyebut perusahaan-perusahaan yang memanipulasi laporan keuangannya. Tapi, gejala itu ada, termasuk di bank-bank BUMN. Misalnya, harga sahamnya “jeblok”, non performing loan (NPL) naik, laba naik tipis, dan pencadangan turun. Namun, alokasi bonus justru naik tajam. Ada anomali berbahaya, seperti yang dikatakan Dony.

Sekilas, perusahaan tampak hebat dengan menaikkan laba, padahal labanya semu belaka dengan modus meraih bonus dan tantiem besar. Yang juga cukup menarik untuk disoal, kini ada tren wakil menteri (wamen) menjadi komisaris di BUMN.

Menurut catatan Biro Riset Infobank (birI), saat ini sudah ada 25 wamen yang jadi komisaris BUMN. Diperkirakan jumlahnya akan meningkat. Sebagai informasi, di Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo Subianto terdapat 56 wamen. Itu belum termasuk para politisi yang mengundurkan diri dari partai, lalu memilih menjadi komisaris.

Penempatan para wamen ini satu sisi untuk menyelaraskan program pemerintah. Dan, pemerintah berdalih tidak ada pelanggaran hukum, sebab berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang Kementerian Negara hanya melarang menteri, bukan wakil menteri, untuk merangkap jabatan.

Padahal, para wamen ini punya tugas berat, yaitu mewujudkan program pemerintahan Prabowo. Atau, memang para wamen ini tidak ada “pekerjaannya” sehingga masih bisa merangkap jadi komisaris? Atau, karena iming-iming bonus dan tantiem tebal? Pertanyaannya, apakah ini menyehatkan bagi BUMN, ke depan? Satu kaki menjadi wamen, kaki yang lain menjadi komisaris BUMN, dan keduanya disatukan dalam bonus yang besar.

Kembali ke soal rekayasa laba dengan modus bonus besar yang disoal COO Danantara, Dony Oskaria. Jujur, saat ini memang telah terjadi anomali berbahaya dan terjadi fenomena bonus tanpa dasar. Sungguh mengkhawatirkan. Data-data berbicara dan mengungkap adanya pola remunerasi yang kontradiktif. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar remunerasi: reward harus sejalan dengan risiko dan kinerja.

Mengapa hal ini terjadi? Bisa jadi, karena rapuhnya tata kelola. Ada konflik kepentingan yang tersistematis. Hadirnya para wamen justru akan menjadi stempel atas rekayasa bonus ini. Apalagi, seperti disebut banyak pengamat, para wamen yang duduk di kursi komisaris kurang memenuhi standar komisaris. Pengalaman, hadirnya wamen menjadi komisaris bukan mengawasi dengan benar, tapi justru mengamini cara-cara direksi merekayasa laba.

Baca juga: Bersih-Bersih di Industri Asuransi Belum Selesai

Jadi, harusnya, hadirnya wamen di tubuh BUMN dapat mengungkap modus moral hazard sekaligus kejahatan. Pemerintah selaku pemegang saham mayoritas harus memimpin perbaikan sebelum krisis kepercayaan terjadi. Bonus boleh ada, tapi hanya jika diiringi dengan tanggung jawab besar.

Perlu dilakukan reformasi sistem bonus. Jika perlu, audit forensik independen. Selidiki kesesuaian bonus dengan kinerja riil, termasuk potensi mark up. Juga, sanksi personal jika audit menemukan rekayasa laba. Semoga hadirnya wamen di tubuh BUMN dapat membongkar rekayasa laba dan bonus ini. Tapi, jujur, tidak banyak yang yakin akan hal itu. Rombongan wamen di tubuh BUMN ini karena nikmatnya fasilitas dan bonus tebal.

Jika demikian maka tak ubahnya lebih banyak Wamen yang jadi komisaris “pajangan”. Padahal, satu sisi yang diungkap Dony Oskaria tentang rekayasa laba dengan motif bonus perlu didukung dengan sebaik-baiknya. (*)

Related Posts

Top News

News Update