Mencari Sosok Komisioner LPS, Barisan Depan Penjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Mencari Sosok Komisioner LPS, Barisan Depan Penjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Oleh Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute  

MINGGU ini, 2 Juli 2025, Komisi XI DPR RI akan melakukan fit & proper test untuk memilih Wakil Ketua (Waka) Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ada dua nama yang diajukan Presiden RI, yaitu Doddy Zulverdi (BI) dan Farid Azhar Nasution (BS-LPS), dari lima nama yang diajukan oleh Tim Pansel yang diketuai Sri Mulyani Indrawati, Menkeu RI.  

LPS bukan lagi sekadar “payung teduh” yang baru dibuka saat hujan krisis mengguyur. Mandat “revolusioner” UU P2SK No. 4 Tahun 2023 telah mengubah DNA-nya. Kini, LPS ditahbiskan sebagai risk minimizer proaktif – bukan penonton pasif. Tapi, garda terdepan yang mencegah kegagalan bank, meminimalkan dampak sistemis, dan memastikan resolusi berjalan efektif – jika intervensi diperlukan.

Mandat penjaminan polis simpanan, boleh jadi menjadi fondasi dasar. Tak hanya itu. Misi ikutannya jauh lebih besar, lebih kompleks, dan lebih genting bagi ketahanan ekonomi nasional. Di jantung transformasi strategis, sosok Waka Dewan Komisioner yang membidangi operasional bukan sekadar “urusan dapur” kantor.

Boleh jadi, itu adalah posisi komando strategis dengan kemampuan eksekusi. Sebab, akan  menentukan hidup-matinya misi baru LPS sesuai dengan UU P2SK. Mengapa? Paling tidak Waka LPS bukan semata-mata back office, tapi memimpin medan tempur sebenarnya. Lupakan citra operasional sebagai urusan administrasi belakang layar.

Baca juga: Jelang Uji Kelayakan, Calon Wakil Ketua DK LPS Diminta Siap Hadapi Risiko Gagal Bayar

Bahkan, LPS era P2SK, Waka Operasional memegang kendali atas pusat gravitasi yang menggerakkan seluruh misi lembaga. Menurut diskusi internal Infobank Institute, paling tidak ada lima hal penting. Satu, pengelolaan keuangan yang optimal. Pengelola dana penjaminan ratusan triliunan rupiah ini bukan sekadar angka di laporan.

Itu adalah “amunisi strategis” yang harus dialokasikan dengan presisi milimeter: mengukur kecukupan penjaminan, mendanai operasi resolusi yang kompleks dan mahal, serta memastikan keberlanjutan jangka panjang. Keputusan alokasi dana Waka Operasional menentukan kecepatan dan efektivitas respons LPS saat krisis menyambar.

Dua, pentingnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Ini seperti membangun “pasukan elite”. Dan, LPS membutuhkan lebih dari sekadar staf administrasi. Ia memerlukan “pasukan hybrid”: ahli IT yang paham risiko sistemis, analis keuangan yang mengerti resolusi bank, negosiator pengadaan yang sigap di tengah krisis. Bahkan, Waka LPS  adalah komandan yang membentuk, melatih, dan memimpin pasukan khusus penjaga stabilitas perbankan dan asuransi.

Tiga, pengadaan (procurement). Ibaratnya, ini senjata dan logistik di detik-detik kritis. Menurut catatan Infobank, saat bank kolaps, LPS perlu bergerak “sekarang juga”. Pengadaan sistem IT canggih, jasa konsultan resolusi, atau aset pendukung bukan proses birokrasi lambat. Itu ibaratnya operasi pembelian senjata di medan perang keuangan. Boleh jadi, kelambatan sama dengan kegagalan. Kecepatan dan ketepatan Waka menentukan nasib sistem keuangan.

Empat, menyangkut IT. Digambarkan, IT harus merupakan “sistem saraf” pusat pengawas risiko. Atau early warning system real-time, analisis big data untuk prediksi kerentanan, platform resolusi yang tahan guncangan. Bahkan, lebih penting dari itu, IT adalah tulang punggung LPS sebagai risk minimizer modern. Jadi, Waka Operasional harus memastikan infrastruktur ini tangguh, aman, dan selalu siap tempur.

Lima, tak hanya menyangkut tata kelola, tapi juga soal governance, risk, and compliance (GRC). Tata kelola yang bersih, manajemen risiko internal yang ketat, kepatuhan absolut terhadap UU P2SK dan regulasi turunannya merupakan kompas LPS. Jadi, GRC bukan beban, melainkan baju “zirah” yang melindungi kredibilitas dan efektivitas LPS.

Dengan demikian, Waka LPS adalah penjaga gawang terakhir integritas operasional lembaga. Singkatnya, tanpa mesin operasional yang digerakkan dengan presisi, kecepatan, dan efisiensi maksimal oleh Waka yang kompeten, mandat “risk minimizer” LPS hanya akan menjadi slogan kosong.

Boleh jadi, operasional LPS adalah “medan tempur” sebenarnya. Jadi, sosok profil Waka Operasional ideal merupakan “Sang Maestro Hybrid”. Bahkan, mencari Waka Operasional LPS pasca-UU P2SK bukan mencari manajer fasilitas semata. Tapi, perburuan “Maestro Hybrid” yang tidak mudah.

Menurut Infobank Institute, yang harus dimiliki sosok Waka LPS seperti yang ditegaskan dalam lima hal penting di atas setidaknya ada tiga. Satu, jago/kelas wahid dalam hal operasional. Punya rekam jejak teruji memimpin organisasi yang kompleks, dapat mengoptimalkan proses, mengelola anggaran besar dengan disiplin baja, memimpin transformasi digital, dan membangun tim SDM berkinerja tinggi. Pendek kata, efisiensi dan efektivitas operasional adalah DNA-nya.

Dua, ahli di “medan” resolusi & asuransi penjaminan. Inilah pembeda krusial yang menentukan sukses atau gagal. Waka ini harus fasih berbahasa resolusi bank dan “aktuaria penjaminan”. Juga, memahami seluk-beluk proses penyelamatan bank (restrukturisasi, penjualan aset, likuidasi), mekanisme teknis penjaminan simpanan, prinsip penentuan premi, dan dinamika risiko perbankan Indonesia. Tanpa pemahaman mendalam terhadap hal itu, keputusan operasional akan tumpul dan salah sasaran.

Tiga, strategis eksekutor. Paling tidak mampu melaksanakan visi strategis UU P2SK, dan kebijakan Dewan Komisioner LPS menjadi rencana operasional konkret. Juga, mengawal eksekusinya dengan tegak “lurus”, dan memastikan semua sumber daya (SDM, keuangan, teknologi) berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Jadi, jangan memilih Waka Operasional yang hanya jago “mengurusi dalaman” tapi buta dunia resolusi, dan asuransi penjaminan adalah risiko sistemis. Itu seperti mengirim jenderal tanpa mengenal peta medan perang. Indonesia membutuhkan Waka Operasional LPS yang merupakan perpaduan langka: operator ulung sekaligus ahli strategi keuangan.

Sosok yang mampu memastikan setiap rupiah, setiap SDM, setiap sistem teknologi, dan setiap prosedur di LPS bekerja sinergis untuk satu tujuan. Yaitu, mencegah badai krisis sebelum terjadi, dan menghadapinya dengan kesigapan kelas tinggi. Pilihlah sang “maestro hybrid” – karena di pundaknyalah beban operasional misi penjaga stabilitas itu bertumpu. LPS membutuhkan lebih dari sekadar manajer. LPS butuh komandan “medan tempur” keuangan yang punya jam terbang tinggi di bidangnya.

Baca juga: Total Aset LPS Diproyeksi Tembus Rp270 Triliun di Akhir 2025

Didominasi Regulator, Padahal…

Saat ini, susunan Komisioner LPS yaitu Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua (ekonom); Didik Madiyono (BI); Aida S. Budiman (ex-officio-BI); Dian Ediana Rae (ex-officio OJK) – mantan BI dan PPATK; dan Luky Alfirman (ex-officio Kemenkeu). Jika melihat komposisi, lebih banyak pejabat BI. Sebelumnya, Waka LPS adalah Lana Soelistianingsih (akademisi/dosen). Dominasi pejabat regulator, khususnya dari BI.

Ada dua nama yang diusulkan ke DPR sebagai Waka LPS. Pertama adalah Doddy Zulverdi, Asisten Gubernur/Kepala Departemen Manajemen Strategis dan Tata Kelola BI. Doddy pernah menjadi Kepala BI dan pernah melamar Komisioner OJK, serta Deputi BI namun tidak lolos di DPR RI.  

Yang kedua adalah Farid Azhar Nasution, yang merupakan Anggota Badan Supervisi Lembaga Penjamin Simpanan (BS-LPS). Farid adalah pejabat karier dari internal LPS yang paham tentang resolusi bank. Punya pengalaman dalam restrukturisasi asuransi jiwa yang bermasalah dan berhasil. Ia juga punya jam terbang tinggi di bidang keuangan – yang memang keahliannya. Seluk-beluk LPS dipahami dengan baik karena memang Farid merupakan orang dalam LPS.

Kini, Komisi XI DPR RI akan memilih di antara dua nama yang mampu membawa LPS yang ditahbiskan sebagai risk minimizer proaktif – bukan penonton pasif. Tapi, garda terdepan yang mencegah kegagalan bank, meminimalkan dampak sistemis, dan memastikan resolusi berjalan efektif – jika intervensi diperlukan. Juga, penjaminan asuransi yang menjadi mandat baru dari UU P2SK Tahun 2023. 

Tidak hanya itu. Tapi sekaligus mampu mengelola operasional yang mumpuni dengan tata kelola yang baik. Jadi, Waka Komisioner LPS merupakan sosok hybrid barisan depan penjaga stabilitas sistem keuangan. Jangan salah memilih!  

Related Posts

Top News

News Update