Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2023 mencatatkan surplus USD0,44 miliar atau menurun USD2,46 miliar dibandingkan dengan Mei 2022 yang surplus sebesar USD2,9 miliar
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Moh. Edy Mahmud mengatakan, neraca perdagangan Indonesia sampai Mei 2023 surplus selama 37 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Meski demikian, surplus Mei 2023 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan Mei 2022.
Lebih lanjut, surplus neraca perdagangan ditopang oleh surplus neraca komoditas non migas tercatat surplus sebesar USD2,26 miliar. Disumbang oleh komoditas Bahan Bakar Mineral, Lemak dan Minyak Hewan/Nabati dan Besi dan Baja.
“Sedangkan neraca perdagangan untuk komoditas migas menunjukan defisit sebesar USD1,82 miliar, utamanya komoditas penyumbang defisit yaitu minyak mentah dan hasil minyak,” kata Edy di Jakarta, Kamis 15 Juni 2023.
Baca juga: The Fed Tahan Suku Bunga Acuan, Ini Kata Ekonom
Ia mengungkapkan, tiga negara dengan surplus neraca perdagangan non migas terbesar bagi Indonesia yaitu Amerika Serikat mencatatkan surplus sebesar USD1.062 juta dengan komoditas mesin dan perelengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesorinya (bukan rajutan), dan pakaian dan aksesorinya (rajutan).
Kemudian, Filipina mengalami surplus sebesar USD839,1 juta dengan komoditas bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, dan bijih logam, terak, dan abu. Serta, India mengalami surplus USD818,7 juta dengan komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, dan logam mulia dan perhiasan/permata.
Selain itu, untuk tiga negara yang mengalami defisit terbesar yaitu Tiongkok defisit sebesar -USD1.173,1 juta dengan komoditas utamanya mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, dan plastik dan barang dari plastik.
Baca juga: Tok! DPR Setujui Anggaran Kemenkeu 2024 Rp48,35 Triliun
Selanjutnya, Australia mengalami defisit sebesar USD575,5 juta dengan komoditas utama bahan bakar mineral, serealia, dan biji logam, terak, dan abu. Thailand juga mengalami defisit sebesar USD451,1 juta dengan komoditas utama gula dan kembang gula, plastik dan barang dari plastik, dan kendaraan dan bagiannya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra