Jakarta – London Interbank Offered Rate (LIBOR) akan mengalami diskontinuitas yang mengharuskan pelaku pasar bertransisi untuk menggunakan suku bunga referensi alternative (AAR). Dengan adanya perubahan tersebut, tentu akan mempengaruhi sektor keuangan, otoritas, dan industri.
Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mempersiapkan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam mengamati diskontinuitas LIBOR. Hal pertama yang dilakukan adalah OJK telah mengirim surat kepada seluruh industri dan perbankan terkait dengan analisis dampak transisi LIBOR.
Setelah itu OJK juga melakukan survey terhadap bank readiness terkait kesiapan bank dalam menghadapi diskontinuitas LIBOR. Kemudian dilakukan National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR) untuk melakukan publikasi white paper sebagai guiding principal dan komitmen dalam menghadapi diskontinu LIBOR dengan meminimalisir risiko.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto memaparkan terkait keberlanjutan langkah-langkah persiapan perbankan terhadap diskontinu LIBOR. Diawali dengan identifikasi eksposur LIBOR dan komunikasi bank terhadap nasabah atau klien supaya tidak terjadi perselisihan. Lalu dilanjutkan dengan identifikasi konsekuensi hukum, mengelola potensi benturan kepentingan, melakukan lindung nilai untuk kontrak yang terekspos nilai risiko baru, mengelola potensi risiko pasar di masa depan dan menilai kesiapan infrastruktur IT.
“Step by step yang kita sampaikan ke bank minimal perbankan itu ingin kita juga semua tahu identifikasi mengenai eksposure libornya, kemudian bagaimana komunikasi bank dengan nasabah terkait supaya tidak ada ‘dispute’ di kemudian hari, kemudian identifikasi konsekuensi hukum ketika ada ‘dispute’ nasabah seperti apa terkait dengan ini discontinue LIBOR ini atau alternative referensi apa yang disepakati kemudian mengelola potensi benturan kepentingan dalam arti bahwa nanti alternative referensi preferensi yang disepakati tidak menguntungkan dengan salah satu pihak murni pertimbangan bisnis, kemudian perlu lindung nilai sekiranya kontrak-kontrak yang terekspos risiko baru kemudian mengelola potensi risiko pasar ke depan dan menilai kesiapan infrastruktur bank dalam konteks IT-nya,” ucap Anung dalam G20 Side Event, Domestic Benchmark Reform, Senin, 13 Juni 2022.
Berdasarkan eksposur LIBOR pada 30 September 2021 atau triwulan III-2021 bahwa total eksposur sebanyak Rp1.129 triliun, dengan rincian sebanyak Rp729 triliun sudah memiliki fallback clause dan sisanya sebanyak Rp336 triliun masih belum memiliki fallback clause. OJK berharap bank-bank nantinya dapat menyelesaikan hal tersebut hingga batas waktu akhir 30 Juni 2023. (*) Khoirifa