Menuju Normalisasi Ekonomi Indonesia 2024

Menuju Normalisasi Ekonomi Indonesia 2024

Oleh Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia

MEMBAYANGKAN outlook perekonomian Indonesia di 2024 cukup mendebarkan. Pada pertengahan 2023 lalu, kalangan ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2024 diklaim akan baik-baik saja, dengan pertumbuhan berkisar 4,9%-5,3%.

Namun, mendekati akhir 2023, perkiraan tersebut agak bergeser ke bawah alias menurun pada kisaran 4,5%-4,8% lantaran tekanan eksternal – berupa risiko geopolitik yang masih tinggi dipicu eskalasi perang di Ukraina dan Jalur Gaza – dan juga potensi risiko ketidakstabilan politik di dalam negeri terkait “keterbelahan” pilihan pemilih dalam pemilihan umum (pemilu) presiden dan pemilu kepala daerah. 

Harapannya tentu stabilitas politik domestik tetap dapat dijaga oleh semua pihak sehingga iklim investasi dan bisnis yang kondusif dapat diciptakan. Peran para elite politik menjadi krusial untuk membangun situasi dan kondisi yang sejuk sesuai dengan jargon pemilu yang penuh kegembiraan.

Di samping itu, normalisasi kebijakan – baik di sektor keuangan, moneter maupun fiskal – yang sebelumnya longgar menjadi “agak ketat” juga akan mewarnai perekonomian Indonesia di 2024 sehingga dibutuhkan kesiapan yang matang oleh seluruh elemen masyarakat. 

Maka, logis jika pemerintah bersama parlemen menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2% di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Sementara, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pada rentang 4,7%-5,5%. Angka perkiraan ini cukup realistis jika mempertimbangkan prognosis capaian pertumbuhan ekonomi di 2023 yang berkisar 4,5%-5,3% (versi BI) atau 4,7%-5,1% menurut konsensus ekonom.

Baca juga: Pemerintah Pede Ekonomi 2024 Tembus 5 Persen, Ini Indikatornya

Perkiraan ADB 

Rilis terkini Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5% pada 2024 bisa menjadi rujukan yang kredibel dan valid. Menurut ADB, proyeksi itu utamanya didukung oleh kinerja permintaan domestik yang kuat. Sementara itu, tingkat inflasi diprediksi berada di kisaran 3%.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi 5% itu juga tidak terlepas dari kinerja fiskal, moneter, dan pengelolaan utang yang dijalankan dengan kredibel. Dengan gejolak perekonomian yang terjadi saat ini, pertumbuhan ekonom sebesar 5% ini termasuk yang cukup tinggi. ADB sangat yakin bahwa Indonesia akan terus memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat. 

Kondisi permintaan domestik memegang peran penting menyokong pertumbuhan ekonomi domestik saat terjadinya penurunan kinerja ekspor. Apalagi normalisasi harga komoditas turut menyebabkan ekspor dalam tren terkontraksi. Normalisasi penuh mobilitas dan daya beli yang terjaga tinggi dengan inflasi lebih rendah – menurut BI berkisar 2,5%-3,5% – akan mendorong lonjakan belanja masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi di 2024 juga akan ditopang oleh aktivitas pemilu, yang diperkirakan ikut mendorong lonjakan konsumsi masyarakat. Dorongan konsumsi dari aktivitas lembaga non pemerintah terkait rumah tangga (LNPRT) melonjak drastis di masa kampanye pemilu sejak kuartal keempat 2023 hingga November 2024. 

Kinerja investasi langsung baik domestik (PMDN) maupun asing (PMA) juga diperkirakan akan berlanjut seperti di 2023 meskipun ada perhelatan pesta demokrasi lima tahunan. Berlanjutnya pekerjaan berbagai proyek strategis nasional (PSN) juga menjadi stimulan pertumbuhan ekonomi.

Pandangan AMRO 

Pandangan yang senada dengan ADB datang dari ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Menurut lembaga yang berbasis di Singapura ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan kinerja yang kuat, didorong oleh konsumsi domestik yang tangguh dan investasi yang menguat. 

Baca juga: Sri Mulyani Masih Waspada, Fundamental Ekonomi 2024 Belum Bersahabat

Ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 5,0% pada 2023 dan menguat menjadi 5,2% pada 2024. Permintaan domestik yang kuat didukung oleh keyakinan konsumen yang kuat dan dorongan dari belanja terkait pemilu, pengembangan proyek-proyek PSN yang sedang berlangsung, termasuk ibu kota baru, dan pemulihan permintaan eksternal secara bertahap, diharapkan dapat mendukung pertumbuhan. Untuk itu, sinergi kebijakan yang kuat antar-otoritas harus tetap bisa dijaga guna menjaga stabilitas dan mendukung kegiatan ekonomi. 

Inflasi diperkirakan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0%±1% pada 2023 dan 2,5%±1% pada 2024 sejalan dengan respons bauran kebijakan BI yang konsisten, sinergi kebijakan yang erat antara BI dan pemerintah dalam pengendalian inflasi dengan memastikan kecukupan pasokan dan distribusi barang yang diperlukan, serta berlanjutnya subsidi energi yang memadai. 

Surplus perdagangan yang cukup besar, pemulihan sektor pariwisata dan aliran masuk investasi langsung asing yang berkelanjutan diharapkan mampu mendukung ketahanan eksternal di tengah serangan volatilitas aliran modal akhir-akhir ini. Maklum, risiko eksternal tetap mengintai, di mana perlambatan ekonomi Tiongkok yang tajam kian nyata.

Pemulihan ekonomi Negeri Panda membutuhkan waktu lama karena skema penyelesaian kehancuran sektor properti yang kompleks sehingga memakan waktu lama. Di samping itu, risiko lonjakan harga pangan dan energi global telah meningkat karena fenomena El Nino, pengumuman OPEC+ tentang pengurangan produksi minyak, dan konflik di Timur Tengah baru-baru ini. Lonjakan harga komoditas tersebut mungkin memiliki efek penularan pada inflasi impor.

Respons Kebijakan 

AMRO memberikan rekomendsi kebijakan di mana semua otoritas didorong untuk menjaga sinergi kebijakan guna memastikan stabilitas makro-ekonomi dan keuangan, serta momentum pemulihan yang berkelanjutan di tengah tantangan global yang masih berlangsung. 

BI – sebagai bank sentral dan otoritas moneter – diharapkan terus memperkuat bauran kebijakan melalui penjagaan suku bunga kebijakan (yang kini dikenal dengan BI-7 Day Reverse Repo Rate/BI7DRR), mengelola volatilitas nilai tukar rupiah, dan pendalaman pasar keuangan, untuk mengarahkan ekspektasi inflasi dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. 

Baca juga: MAMI: Pemilu 2024 Bawa Dampak Positif Untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Pasar Saham RI

Pengenalan instrumen kebijakan moneter baru yang membawa suku bunga kompetitif di pasar dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder diharapkan dapat berkontribusi pada pasar uang yang lebih dalam dan menarik aliran masuk investasi portofolio asing.

Seiring dengan tetap sehatnya sektor perbankan, stance kebijakan makroprudensial akomodatif disarankan tetap dipertahankan dengan memperkuat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KILM) dan menurunkan persyaratan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), untuk mendorong penyaluran kredit kepada dunia usaha. 

Upaya untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran dan mempromosikan transaksi mata uang lokal telah ditingkatkan dan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Penggunaan transaksi mata uang lokal untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi dengan kawasan ASEAN, Jepang, dan Tiongkok diharapkan akan mengurangi ketergantungan yang berlebihan pada penggunaan mata uang dolar AS dalam setiap pembiayaan perdagangan.

Di sisi kebijakan fiskal yang menjadi domain pemerintah qq Kementerian Keuangan, penghimpunan penerimaan yang lebih baik dari yang dianggarkan telah memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan pengeluaran sambil menjaga defisit fiskal di bawah batas aturan fiskal yang sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023 sehingga kedisiplinan fiskal berlanjut di 2024. 

Adopsi awal paket reformasi perpajakan komprehensif dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HP) pada 2021 berkontribusi pada konsolidasi fiskal yang lebih cepat dari perkiraan dalam dua tahun terakhir. Tepat jika Pemerintah Indonesia harus berkomitmen untuk menjaga kehati-hatian fiskal pada 2024.

Integrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sedang berlangsung ke dalam Sistem Identifikasi Nasional (SIN) dan pembentukan sistem pajak inti diharapkan dapat meningkatkan pengalaman wajib pajak, dan meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan dan penargetan kebijakan.

Baca juga: Bos BI Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI jadi Segini di 2024 dan 2025 

Sejalan dengan itu, upaya merasionalisasi pengeluaran anggaran dan memprioritaskan kembali biaya pendukung pertumbuhan harus dipercepat. Subsidi energi saat ini harus diganti dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada kelompok masyarakat rentan, yang akan memungkinkan pemerintah melepaskan sumber daya fiskal untuk pengeluaran pendidikan dan kesehatan, infrastruktur, dan mitigasi perubahan iklim. 

Upaya kebijakan untuk memperluas basis investor sangat penting untuk memperdalam pasar obligasi pemerintah dan meningkatkan akses ke pembiayaan sambil menurunkan biaya pinjaman pemerintah. Hal ini sekaligus sebagai upaya mempercepat pendalaman pasar keuangan domestik.

Kebijakan diversifikasi ekonomi dan perdagangan harus didukung oleh upaya berkelanjutan untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan level kemudahan berusaha. Proses implementasi proyek yang efisien akan membantu menyalurkan lebih banyak dana swasta ke dalam pembangunan infrastruktur. 

Pemerintah melalui otoritas terkait juga harus terus mengatasi tekanan keuangan di kelompok BUMN sektor infrastruktur/konstruksi untuk mendukung kontribusi mereka terhadap agenda pembangunan infrastruktur dan mengurangi potensi dampak terhadap kualitas aset bank. Restrukturisasi BUMN yang belum sehat dan belum membukukan keuntungan harus dikerjakan segera dengan saksama melalui skema win-win solution dengan para kreditur.

Terkait dengan upaya mengurangi emisi menuju net zero emmission, di mana pihak berwenang sekarang sedang mengerjakan taksonomi pembiayaan berkelanjutan, maka sudah tiba saatnya memasukkan pedoman dengan parameter terukur pada kegiatan transisi yang selaras dengan tujuan dekarbonisasi untuk mempersempit kesenjangan pembiayaan bagi perubahan iklim, yakni sustainable finance dan blended finance. (*)

Related Posts

News Update

Top News