Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia memiliki cukup ‘imun’ dalam menghadapi kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat (AS). Hal ini seiring kemungkinan kebijakan tarif impor tinggi yang akan diterapkan oleh AS usai Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2025 mendatang.
“Tarif dari AS sudah menjadi sesuatu yang biasa. AS mengenakan tarif untuk sepatu, baju, dan berbagai komoditas kita. Sedangkan Vietnam, misalnya, tidak dikenakan tarif. Tapi kita sudah cukup imun terhadap tarif yang dikenakan AS ke Indonesia,” kata Airlangga usai acara Business Competitiveness Outlook 2025, di Jakarta, dikutip, Selasa, 14 Januari 2025.
Airlangga menegaskan bahwa Indonesia tengah mengambil langkah mitigasi melalui pendekatan kerja sama ekonomi bilateral agar kebijakan tarif impor dari AS bisa diminimalisir.
“Ya, kita sedang meminta adanya kerja sama ekonomi secara bilateral agar tarifnya bisa diturunkan,” jelasnya.
Baca juga: Menkop Serahkan Daftar Koperasi Sektor Jasa Keuangan ke OJK
Airlangga juga menyinggung bentuk kerja sama yang dapat dilakukan dalam upaya tersebut. Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan adalah perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) antara Indonesia dan AS.
“Bilateral bisa dalam bentuk FTA atau dalam bentuk lain,” pungkasnya.
Di samping itu, Indonesia tengah mengambil langkah mitigasi melalui pendekatan kerja sama ekonomi bilateral agar kebijakan tarif impor dari AS bisa diminimalkan.
“Ya, kita sedang meminta adanya kerja sama ekonomi secara bilateral agar tarifnya bisa diturunkan,” imbuhnya.
Baca juga: Jelang Pelantikan Donald Trump, Kebijakan Tarif Perdagangan jadi Polemik
Sebagai informasi, Presiden Terpilih AS Donald Trump mengancam akan kenakan tarif impor sebesar 100 persen terhadap barang-barang yang datang dari negara-negara yang melakukan dedolarisasi, sebagai janji kampanyenya pada November 2024 lalu.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi Trump untuk menghadapi upaya negara-negara seperti Tiongkok, India, dan anggota BRICS lainnya yang berusaha mendiversifikasi perdagangan mereka dan mengurangi ketergantungan terhadap mata uang AS.
Pernyataan ini menegaskan sikap proteksionisme Trump dan tekadnya untuk mempertahankan status dolar sebagai mata uang cadangan dunia. (*)
Editor: Yulian Saputra